REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat seiring tidak terkendalinya produksi rokok di Indonesia. Situasi ini diperparah dengan belum diratifikasinya Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC) oleh pemerintah Indonesia.
Tahun 1995, jumlah perokok di Indonesia mencapai 27 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Sedangkan tahun 2011, jumlah perokok meningkat menjadi 36 persen.
Untuk penduduk pria, jumlah perokok mencapai 50 persen pada 1995. Tahun 2011 meningkat menjadi 67 persen. Ini berarti setiap dua dari tiga penduduk pria di Indonesia merokok.
Untuk penduduk wanita, jumlah perokok mencapai satu persen pada 1995. Jumlah ini menjadi empat persen pada 2011. Ini berarti ada peningkatan 400 persen jumlah perokok wanita selama 16 tahun itu.
Informasi ini disampaikan peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI), Abdillah Ahsan, saat dihubungi Republika Online pada Selasa siang (11/3).
"Peningkatan jumlah perokok itu diakibatkan pemerintah tidak proaktif dalam mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Hal ini terbukti dari tidak diratifikasinya FCTC oleh pemerintah RI," tutur Abdillah Ahsan.
Jika alasan pemerintah tidak meratifikasi FCTC untuk melindungi petani tembakau, papar Abdillah Ahsan, hal itu jelas salah kaprah. Pasalnya petani tembakau rugi bukan karena konsumsi rokok dibatasi, tetapi akibat meningkatnya daun tembakau impor dari luar negeri.
Saat ini, jelas Abdillah Ahsan, perusahaan rokok sedang dalam kondisi jaya-jayanya sehingga tidak perlu dilindungi. Republik Rakyat China (RRC) saja, sebagai produsen tembakau terbesar di dunia, sudah meratifikasi FCTC.