REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Industri pertambangan di Australia tengah mengalami perlambatan, namun beberapa perusahaan tetap menonjol. salah satunya adalah proyek Roy Hill di kawasan Australia Barat yang dimiliki milyuner Gina Rinehart. Proyek tambang bijih besi ini tengah membuka lowongan tenaga kerja besar-besaran.
Tambang bijih besi yang terletak di kawasan Pilbara tersebut masih dalam tahap konstruksi. Produksi dijadwalkan mulai berlangsung akhir tahun depan.
Sementara angka pengangguran Australia Barat melonjak hingga 5,9 persen, maka proyek Roy Hill pun kebanjiran lamaran.
"Kami menerima 600 lamaran untuk satu tingkat pekerjaan," ucap Chief Executive proyek ini, Barry Fitzgerald, "Kami menerima 5.500 lamaran atau surat yang menyatakan ketertarikan mereka terhadap pekerjaan ini sejak Natal."
Saat ini, perusahaannya masih menunggu ditekennya kontrak pinjaman sebesar sekitar 7 miliar dollar (Rp 80 triliun), yang diperlukan untuk membangun proyek.
Roy Hill menargetkan produksi 55 juta ton bijih besi per tahun. Berarti, perusahaan tersebut akan menjadi produsen bijih besi keempat terbesar di dunia.
Biaya proyek tersebut sekitar 10 miliar dollar, yang akan digunakan untuk membangun tambang, rel sepanjang 344 kilometer, dan fasilitas pelabuhan untuk ekspor.
Hancock Prospecting, yang dimiliki Gina Rinehart, memiliki 70 persen dari Roy Hill.
Saat ini, ada sekitar 2.400 orang yang dipekerjakan di proyek konstruksi pertambangan terbesar di Australia tersebut. Saat proyek mencapai puncak, akan ada sekitar 4.000 pekerja konstruksi dan 2.000 staf operasional.
Bank investasi Swiss, UBS, memprediksi bahwa harga bijih besi bisa turun hingga di bawah 100 dollar Amerika per ton selama lima tahun ke depan.
Menurut analis komoditas global UBS, Daniel Morgan, peningkatan produksi akan menurunkan harga. Namun, yang lebih mungkin terkena dampaknya adalah perusahaan-perusahaan kecil Australia dan produsen Cina yang memakan biaya tinggi.
Ryan Dong, wakil presiden Shanghai Metals Markets, memprediksi bahwa perusahaan tambang bijih besi Cina yang tidak efisien akan bangkrut saat persediaan bijih besi meningkat, hingga makin banyak peluang pengimporan bijih besi ke Cina.
"Dengan peningkatan persediaan global, harga bisa turun. Dengan harga yang lebih rendah, jumlah tambang domestik Cina akan makin sedikit..." terangnya.