REPUBLIKA.CO.ID, Siapa sangka, di Jalur Gaza, Palestina, terdapat seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia. Bahkan, ia telah bekerja di kota yang kerap diserang Israel itu hingga 14 tahun lamanya.
Nama lengkapnya Ikasubaikah binti Jamal Jayadi, asal Kampung Cimuncang, Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat. Wanita kelahiran Cianjur 45tahun silam ini pertama kali datang ke Jalur Gaza saat Intifadah Kedua, pada masa Presiden PLO Yasser Arafat.
Ikah berangkat ke Gaza melalui penerbangan Jakarta-Yordania dan mendarat di Bandara Internasional Gaza yang terletak di Rafah, Gaza selatan. Namun, saat ini bandara tersebut sudah hancur dibom militer Israel.
Ikah kemudian diajak oleh seorang syekh asal Gaza untuk bekerja di rumahnya. Istri sang syekh bernama Ummu Muhammad. “Suami istri itu orang yang baik dan ramah. Mereka menyayangi saya,” tutur Ikah.
Ia sama sekali tak pernah mendapatkan perlakuan kasar, apalagi cercaan dan siksaan. Menurut Ikah, keluarga syekh itu sudah mengganggap dirinya bagian dari keluarga mereka. “Saking baiknya, Ummu Muhammad sering memberikan hadiah kepada saya.”
Ia pun kerap mengirimkan uang kepada anak-anaknya di Sukabumi. Selain dalam bentuk uang, keluarga syekh juga sering memberikan perhiasan emas kepada Ikah baik itu kalung, cincin, maupun gelang.
“Alhamdulillah, majikan saya sangat baik dan ramah. Saking baiknya, mereka tidak mengizinkan saya membuang sampah keluar rumah,” ucapnya dalam bahasa campuran; Indonesia, Sunda dan Arab.
Ikah juga menuturkan, majikannya adalah orang kaya yang taat kepada Allah. Sang syekh, kata dia, sangat ramah dan baik pada siapa saja. Keluarga syekh ini tinggal di Nusairot, Gaza Tengah.
Ikah mengaku bersyukur dapat bekerja pada keluarga hartawan yang dikenal budiman. “Saya berupaya sebaik mungkin menjaga amanah mereka,” ujarnya. “Saya harus berlaku jujur dan bekerja sebaik mungkin. Haram bagi saya mencuri milik orang lain.”
Soal kejujuran Ikah memang diakui oleh sang majikan. “Alhamdulillah, Ikah orangnya baik, jujur dan menjaga amanah. Hingga kini kami tidak pernah kehilangan uang atau perhiasan. Padahal, kami biasa meletakkannya begitu saja,” kata Ummu Muhammad.
Ummu Muhammad menuturkan, pada 2004 silam, Ikah mulai bekerja di rumahnya. Saat itu, ia dan suaminya bertemu Ikah di Yordania. Mereka kemudian sepakat mengajak perempuan yang ditinggal mati suaminya itu ke Jalur Gaza untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Sejak pertama kali bekerja pada keluarga Ummu Muhammad, Ikah memang mampu mengambil hati mereka dengan kinerja dan sikapnya yang baik. Keluarga itu juga mengajarkan Ikah ilmu-ilmu agama dan hafalan Alquran.
“Sudah banyak ayat Alquran yang dihafal Ikah,” kata Ummu Muhammad. “Di rumah ini, ia kami anggap bagian dari keluarga kami. Bahkan, sudah kami anggap sebagai putri kami sendiri.”
Saat ditemui ROL, Ikah terlihat sangat senang dan bahagia. Maklum ibu empat anak ini tak pernah bertemu orang Indonesia selama berada di Jalur Gaza. Ia juga berharap segera dapat kembali ke kampung halamannya, bertemu anak-anak dan sanak kerabatnya.
Namun, harapan Ikah masih tertahan. Ia belum dapat kembali ke Tanah Air karena masa berlaku paspornya telah habis. “Saya berharap kepada pihak KBRI di Mesir atau di Yordania agar dapat membantu memperpanjang paspor saya,” ucapnya.
Kepada ROL, Ikah juga menitipkan salam pada putra-putrinya beserta seluruh keluarga besarnya di Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat.