REPUBLIKA.CO.ID, Penelitian terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Senin (24/3), menunjukkan polusi udara membunuh 7 juta orang per tahun secara global pada 2012. Menurut WHO, polusi udara bahkan lebih banyak menyebabkan kematian dibanding AIDS, Diabetes dan cedera gabungan.WHO mengatakan, polusi udara menjadi penyebab satu dari delapan kematian.
Kini, polusi udara disebut-sebut menjadi risiko kesehatan tunggal terbesar di lingkungan."Kita semua harus bernapas, ini membuat polusi sangat sulit untuk dihindari," kata Direktur Kelompok Riset Lingkungan di King College London Frank Kelly.
Para ilmuan menyatakan, salah satu risiko utama pencemaran udara adalah partikel kecil udara kotor dapat masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan iritasi. Mereka mengatakan, polusi juga menjadi penyebab peradangan jantung hingga menimbulkan masalah kronis atau serangan jantung.
Menurut WHO, polusi udara di dalam ruangan ternyata lebih berbahaya dibandingkan polusi di luar ruangan. WHO memperkirakan, 4,3 juta kematian pada 2012 disebabkan polusi udara dalam ruangan. Polusi berasal dari asap kompor kayu dan batubara, yang masih digunakan masyarakat Asia.
Sementara sekitar 3,7 juta kematian pada 2012, disebabkan akibat polusi udara dari luar. Menurut WHO, hampir 90 persen yang terpapar berada di negara-negara berkembang. Dilansir dari NBC News, Dr Maria Neira dari WHO mengatakan risiko polusi udara sekarang jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Terutama menurutnya untuk kaitannya dengan penyakit jantung dan stroke.
"Beberapa risiko kesehatan global saat ini lebih besar disebabkan oleh polusi udara, ini merupakan bukti bahwa kita harus melakukan tindakan bersama membersihkan udara yang kita hirup," ungkap Neira.
Survei WHO menemukan, 40 persen kematian terkait polusi udara luar ruangan berasal dari penyakit jantung dan stroke. Sementara 11 kematian diakibatkan polusi berasal dari penyakit paru-paru obstruktif kronik (PPOK), enam persen dari kanker paru-paru dan tiga persen berasal dari infeksi saluran pernapasan akut.
Laporan WHO mencatat, perempuan memiliki tingkat eksposur lebih tinggi dibanding lelaki. Terutama untuk perempuan-perempuan di negara berkembang.Asisiten Direktur Jenderal WHO untuk keluarga, perempuan dan kesehatan anak Flavia Bustreo mengatakan, perempuan miskin dan anak-anak beresiko lebih besar terpapar polusi di dalam ruangan. Sebab menurutnya, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah.
"Perempuan miskin dan anak-anak lebih beresiko, mereka menghabiskan lebih banyak waktu di rumah menghirup asap dan jelaga dari kompor batubara dan kayu saat memasak," ujar Bustreo.
Kepala kesehatan lingkungan global di Imperial College London Majid Ezzati mengatakan, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasikan komponen-komponen paling mematikan dari polusi. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menargetkan langkah-langkah pengendalian yang lebih efektif.
"Kami tak tahu apakah debu Sahara lebih seburuk bahan bakar diesel atau pembakaran batu bara," katanya.
Sementara itu Kelly menambahkan, pemerintah harus segera mengupayakan pengurangan tingkat polusi udara. Ini bisa dilakukan dengan langkah-langkah seperti membuat undang-undang. Pemerintah juga bisa membuat pembangunan pembangkit listrik berada jauh dari kota besar.