REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masih terganjalnya penebusan diyat (uang pengganti) perkara TKW Satinah memang sangat disayangkan. Disaat banyaknya pemasukan dari TKW maupun TKI, pemerintah masih enggan mengeluarkan dana untukmenutupi diyat Satinah. Padahal uang diyat ini tidak seberapa dari total pemasukan para pahlawan devisa bangsa ini.
Permasalahan satinah sebenanrnya bukan hanya mengenai berapa banyak uang yang harus dikeluarkan Indonesia. Ini lebih mengenai harkat dan martabat bangsa Indonesia. Uang sebesar Rp 21 miliar sebagai diyat bagi Satinah, sebenanrnya bukan pemasalahan besar. Pasalnya uang yang diberikan para pahlawan devisa ini mencapai triliuan rupiah setiap bulannya.
“uang yang masuk dari mereka(TKI/TKW) mencapai 3 triliun rupiah perbulannya,” ujar Poempida Hidayatulloh kepada ROL, Rabu (26/3).
Anggota komisi XI DPR RI ini menyebutkan, sebenarnya pemerinytah mempunyai dana sebesar satu triliun per empat tahunnya untuk perlindungan WNI. Itu berarati hampir setiap tahun ada Rp 250 miliar, yang dipunyai pemerintah untuk menanggulangi permasalahan WNI diluar sana.
Dana ini, lanjut Poempida seharusnya mampu mengatasi persoalan Satinah. Meskipun telah digunakan untuk membayar lawyer. Dana ini tidak mungkin langsung habis. Jika benar-benar kosong untuk penanganan Satinah, pemerinytah seharusnya bisa menggunakan dana BA 999. Dana ini merupakan rekening dari bendahara negara.
Dana tersebut biasanya digunakan jika ada bencana maupun permasalahan negara mengenai rakayatnya. “Tinggal pemerintah mau atau tidak,” tegas Poempida.
Menurutnya, pemerintah seperti ketakutan. "Takut jika permasalahan ini diselesaikan, akan timbul permasalahan serupa dan terus berulang," ujarnya.
Namun, ia berharap pemerintah terus mengambil langkah untuk pembebasan Satinah. Karena ini sudah menjadi kewajiban setiap pemerintah untuk menjaga dan melindungi setiap warganya, termasuk Satinah. Wanita Semarang ini memang terbukti bersalah karena membunuh majikannya. Namun banyak praduga yang menyebutkan perbuatan Satinah ini, disebabkan perlakuan buruk yang dia terima selama menjalani pekerjaan.