REPUBLIKA.CO.ID, Pihak Mabes Polri telah menegaskan penggunaan jilbab oleh polwan belum dicantumkan dalam aturan umum seragam kepolisian. Sebab itu, penggunaan jilbab oleh polwan di luar Nanggroe Aceh Darussalam adalah pelanggaran.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto menjelaskan, segala peraturan yang tertera, termasuk aturan seragam, tentunya tak bisa dilanggar oleh anggota Polri.
Peraturan, kata dia, tetaplah peraturan. Kelak bila dalam peraturan itu disebutkan polwan diperkenankan berjilbab maka baru boleh dilakukan.
Terkait hal tersebut, Gugus mengatakan, umat Islam bisa saja menyampaikan somasi keberatan atau melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah peraturan Mabes Polri tersebut.
Ia mencontohkan bagaimana Muhammadiyah pernah melayangkan gugatan ke MK terkait dengan Undang-Undang (UU) Migas. “Nah, mungkin cara yang pernah dilakukan Muhammadiyah itu bisa juga dipertimbangkan untuk mengubah aturan Mabes Polri yang telah melarang polwan untuk berjilbab,” ujarnya.
Ketua Lembaga Dakwah Kampus Universitas Negeri Yogyakarta (LDK UNY) Fery Subakti menyampaikan pula kecamannya atas sikap Mabes Polri yang melarang polwan untuk memakai hijab. Aturan semacam itu sudah sangat usang.
“Dulu ketika Indonesia dikuasai oleh orangorang sekuler memang halhal semacam ini sering terjadi. Tapi, sekarang situasinya sudah berubah. Pelarangan itu sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi sekarang,” katanya.
Menurut Fery, seharusnya pemerintah bisa mengapresiasi setiap umat beragama untuk menjalankan perintah agamanya tanpa ada larangan. Dalam iklim demokrasi, menurut dia, apa yang dilakukan oleh Mabes Polri menunjukkan adanya upaya pemaksaan kehendak. “Berarti mereka sebenarnya sudah menodai demokrasi yang diagungagungkan itu,” ujarnya.
Setiap aturan yang dibuat oleh manusia, kata Fery, tentunya tak ada yang sempurna dan sifatnya baku. Jadi, aturan yang telah melarang polwan berjilbab itu sudah sepantasnya untuk diubah. “Jadi, tak perlu harus saklek (kaku) seperti itu,” cetusnya.