Sabtu 19 Apr 2014 09:54 WIB

Perempuan Afghanistan Masih Hadapi Diskriminasi dan Kemiskinan

Gadis Afghanistan (ilustrasi).
Foto: Embassyofafghanistan.org
Gadis Afghanistan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MAZAR E SHARIF -- Meskipun hak kaum perempuan telah meningkat tajam di Afghanistan selama 12 tahun belakangan ini, kondisi kehidupan sebagian perempuan di negara yang dicabik perang tersebut tetap menyedihkan.

Di satu rumah tua di pinggira Mazar-e-Sharif, Ibu Kota Provinsi Balkh di Afghanistan Utara, hampir selusin perempuan bekerja sebagai penenun karpet, satu-satunya sumber penghasilan mereka untuk menunjang keluarga mereka.

"Kami menghadapi kesulitan. Ada kemajuan bagi perempuan di Afghanistan tapi kehidupan kami masih belum membaik. Kami bekerja keras. Kami haru menemukan cara agar bisa mandiri," kata Bargin (50) kepada Xinhua, Sabtu (19/4).

Perempuan itu mengatakan menenun karpet warna-warni adalah bagian dari tradisi mereka. "Karpet adalah bagian utama eksport Afghanistan. Karpet telah bersama kami selama ratusan tahun dan telah menyediakan kami peluang untuk menghasilkan uang dan hidup dengan bermartabat," katanya.

Bargin harus menghidupi keluarga dengan enam anggota. Penghasilannya sebesar 50 dolar AS selama dua bulan tidak cukup untuk menutup semua biaya hidup mereka.

Bargin memiliki pengalaman menenun karpet selama 20 tahun. Ia pernah bekerja di satu pabrik karpet di Pakistan selama 14 tahun.

"Kami meninggalkan rumah kami di Kabupaten Sholgara selama rejim Taliban. Kami melarikan diri ke Pakistan. Setelah kami pulang, saya gagal mendapatkan rumah dan pemerintah gagal membantu pengungsi di sini. Kami masih hidup di tenda sampai sekarang," kata Bargin.

Afghanistan, menurut pegiat hak asasi perempuan, adalah negara penuh tantangan buat perempuan untuk hidup. Diskriminasi terhadap perempuan, terutama di daerah pinggiran, masih marak terjadi. Seorang anak perempuan dipaksa menikahi lelaki pilihan orang tuanya.

"Suami saya tak mempunyai pekerjaan. Saya harus bekerja. Kami menghadapi tantangan. Kami tak mempunya air bersih, tak memiliki rumah, tak mempunyai listrik dan ratusan orang hidup di tenda di sini," kata Bargin, ibu empat anak.

Kebanyakan perempuan Afghanistan menderita akibat kemiskinan dan masih menjadi objek kekerasan serta pelecehan, situasi yang ironis sebab sebagian perempuan Afghanistan sekarang telah menjadi pejabat dan anggota dewan legislatif.

Diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam bentuk perkawinan anak di bawah umur, kawin paksa, perkosaan dan poligami.

Namun sebagian perempuan di Mazar-eSharif sekarang bekerja di kantor pemerintah, perusahaan pembangunan, dan sebagian bahkan bergerak di bidang bisnis kecil.

Pemerintah telah menyediakan dana untuk membuat pasar di kota itu, tempat perempuan dapat mengelola kios. "Ada 50 toko di Pasar Rabia Balkhi, semuanya dikelola oleh perempuan," kata Allia Rajabi --yang memiliki satu kios.

"Saya memulai sebagai penjaga toko di sini. Saya menjual kerajinan tangan, pakain dan perlengkapan toilet. Semuanya baik-baik saja sebab saya memiliki toko sendiri, tempat saya menanam modal sebanyak 4.000 dolar AS," kata Allia, seorang janda.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement