REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pasokan ikan nila mencatat angka paling tinggi dibandingkan produksi ikan air tawar lain di Kabupaten Sleman. Produksi ikan nila mencatat surplus dibandingkan kebutuhan lokal.
Kontribusi produksi ikan nila mencapai 35 persen dari total ikan air tawar konsumsi di Sleman pada 2013 yang mencapai 25.800 ton. Sementara produksi ikan terbesar kedua di Sleman merupakan ikan lele yang berkontribusi 24 persen dari total ikan tawar konsumsi. Sementara ikan gurame dan bawal berkontribusi masing-masing 18 persen dan 16 persen terhadap total produksi.
"Kecuali nila, ikan yang lain masih didatangkan dari tempat lain, karena nila masih surplus," ungkap Kepala Bidang Perikanan, Dinas Pertanian Kehutanan dan Perikanan Sleman, Supramono ditemui akhir pekan lalu di Sleman.
Pertumbuhan produksi ikan air tawar di Sleman mencapai 20 persen per tahun. Pembudidayaan ikan di Sleman dinilai Supramono tidak dikhususkan ikan jenis tertentu. "Kami ikut yang berkembang di masyarakat, tapi kami mendorong potensi yang belum digarap orang lain," ungkapnya.
Pembudidayaan ikan selama lima tahun terakhir didominasi ikan lele. Karena itu, Supramono mengungkapkan Sleman mendorong pengembangan ikan lain seperti gurame. "Kami cari lain karena sekarang harga lele sering jatuh," ujarnya.
Pembudiyaan ikan di Sleman sendiri masih terkendala harga pakan yang tinggi. Ketua Asosiasi Gurame Sejahtera Seyegan, Sleman, Subandi mengungkapkan harga pakan yang tinggi menaikkan ongkos produksi. Untuk 1000 bibit gurame, pembudidaya harus mengeluarkan Rp 13-14 juta hingga panen selama empat bulan.
"Harga pakan ikan naik Rp3.000 perkg," ujarnya.
Pembudidaya ikan nila di Kecamatan Turi, Susanto mengatakan harga pakan yang tinggi tidak diimbangi dengan harga panen. Kondisi tersebut membuatnya sulit untuk memenuhi kebutuhan upah tenaga kerja. "Kalau merugi tidak, tapi tidak bisa untung dengan mempertimbangkan upah tenaga kerja," ungkapnya.
Dengan harga tinggi, pembudidaya ikan di Sleman masih tergantung dengan pakan buatan pabrik. Susanto yang memiliki kolam ikan 15 ribu meter persegi tersebut mengaku belum dapat membuat pakan lokal karena keterbatasan sarana prasarana. Pembudidaya juga belum memiliki keahlian dalam membuat pakan lokal.