Senin 28 Apr 2014 19:36 WIB

Andi Mallarangeng Debat Agus Marto Soal Proyek Hambalang

Rep: Bambang Noroyono/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Mantan Menpora Andi Mallarangeng menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, (10/3).   (Republika/Aditya Pradana Putra)
Mantan Menpora Andi Mallarangeng menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, (10/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri keuangan Agus DW Martowardojo sempat bersitegang dengan terdakwa Andi Mallarangeng soal pengajuan kenaikan anggaran Proyek Hambalang dari Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun.

Agus menjadi saksi atas terdakwa mantan menteri pemuda dan olahraga tersebut di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Senin (28/4). Semula, Andi diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapi ataupun bertanya kepada Agus dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, perihal kesaksian dua pejabat itu.

Andi pun bertanya  kepada Agus perihal siapa yang semestinya bertanggungjawab soal disetujuinya anggaran tahun jamak di Kemenpora oleh Kemenkeu. Padahal dikatakan Andi, Agus sudah mengetahui pengajuan anggaran tahun jamak itu cacat prosedur, karena tidak sesuai dengan peraturan di Kemenkeu.

Diterangkan Andi, proses pengajuan anggaran tahun jamak itu, jelas tidak melampirkan persetujuan dari Andi sebagai Menpora dan Djoko sebagai Menteri PU. Ketentuan Kemenkeu, ditambahkan Andi, mengharuskan adanya tanda tangan resmi dari Andi sebagai pimpinan kementerian pemohon anggaran tahun jamak.

Juga, mengharuskan adanya tandatangan resmi dari Djoko selaku pimpinan kementerian, untuk memberikan pendapat teknis, tentang pembanguan P3SON Hambalang. "Menurut bapak (Agus) yang salah, aturannya (di Kemenkeu) ataukah pejabat yang tetap mengajukan permohonan tahun jamak dan lalu menyetujuinya," tanya Andi.

Agus yang diberi waktu untuk menjawab, tidak memberikan tanggapan singkat. Kata dia, dorongan mengubah Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun tak mungkin Andi tak tahu. Diceritakan Agus, proses permohonan anggaran tahun jamak itu sudah terlebih dahulu dibahas oleh Andi bersama Komisi X DPR RI, dan disetujui.

"Jadi sepenuhnya anggaran Rp 2,5 triliun itu, sepenuhnya ada dikendali dan sepengetahuan anda," ujar Agus. Diungkap Agus, pembahasan antara Kemenpora dan Komisi X DPR RI soal pengajuan anggaran tahun jamak itu, dilakukan setidak-nya sebanyak tujuh kali.

Akan tetapi, ketika Agus mengungkapkan hal tersebut, Andi menilai Gubernur BI itu, ibarat lari dari pertanyaan. Andi pun menyela, "yang saya tanyakan itu, tentang siapa yang harus bertanggungjawab soal permohonan dan persetujuan tahun jamak itu, karena tidak ada tanda tangan dua menteri. Dan itu menyalahi aturan di Kemenkeu sendiri?"

Agus pun meminta agar Andi, mendengarkan penjelasan darinya. "Saya sekarang akan menjawab, dan bapak (Andi) dengarkan dahulu. Saya teruskan, anda mendengarkan" kata Agus. Dia menambahkan, "nah kalau anda (Andi) sekarang mengatakan anda tidak tahu, anda tidak ikut, itu anda lah sendiri yang harus menjawab."

Jawaban Agus itu ternyata tidak membuat Andi senang. Dia pun memotong pernyataan Agus dan meminta agar Majelis Hakim, memberikan kepastian hak, agar pertanyaan darinya bisa dijawab dengan baik dan tidak lari dari konteks. Majelis pun mengabulkan permintaan Andi.

Andi pun kembali bertanya kepada Agus, "kalau ada anak buah bapak (Agus) mengeluarkan keputusan, kebijakan, surat dan sebagainya. Yang bertentangan dengan aturan sendiri, (tapi) atas dasar kelaziman, dan kebiasaan tetap berlaku, yang salah aturannya atau kelaziman itu?"

"Saya akan menjawab ya, dan anda (Andi) dengar," sahut Agus.

Dia menjelaskan, proses mencari titik kesalahan yang dilakukan oleh dirinya sebagai pimpinan di Kemenkeu, sudah dilakukan. Kata dia, sudah ada pembahasan serius lebih dari tiga sampai lima kali pertemuan internal Kemenkeu, untuk mencari ruang kesalahan tentang disetujuinya anggaran tahun jamak tersebut.

Agus mengungkapkan, hasil audit dari Inspektoral Jenderal Kemenkeu untuk memeriksa semua pejabat Kemenkeu yang terkait. Tapi, kata dia, penyidikan internal itu membutuhkan verifikasi di Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) pimpinan Anny Ratnawati.

Namun dikatakan dia, sejalan dengan audit internal tersebut, pemerintah memutuskan untuk melakukan rotasi pejabat tinggi. "Kala saya ketika itu masih berada di Kemenkeu, pasti saya akan tindak lanjuti siapa yang seharusnya bertanggung jawab," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement