REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Salah satu budayawan yang juga pengrajin Kujang di Kota Bogor Wahyu Affandi Suriadianata mendukung gagasan "Rebo Nyunda", yaitu menggunakan bahasa dan pakaian daerah Sunda pada setiap hari Rabu.
"Meski pun acara deklarasi 'Rebo Nyunda' sangat mendadak, tapi para budayawan dan seniman banyak yang mendukung kegiatan tersebut," katanya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/5).
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2014 pada Jumat (2/5), budayawan dan seniman Tjetjep Toriq dan Dadang HP melakukan deklarasi gagasan "Rebo Nyunda" itu.
Deklarasi digelar di Saung Sanajan, Lapangan Sempur Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, yang diisi dengan penandatanganan di atas kain putih sepanjang 30 meter.
Para seniman Sunda itu mengelilingi lapangan Sempur untuk meminta tanda-tangan masyarakat yang ada di sekitar lapangan.
Wahyu Affandi Suriadianata menyebut "ajian" (jurus) yang digunakan Tjetjep dan Dadang dengan "Prok-Prek-Prak" atau tanpa banyak perencanaan itu ampuh sehingga gagasan itu langsung dilaksanakan.
Tjetjep Toriq salah satu penggagas kegiatan menjelaskan, kegiatan tersebut sengaja digelar karena bertepatan dengan Hardiknas yang dipusatkan di Lapangan Sempur. Mengenai dipilihnya Saung Sanajan, karena berada di pinggir Kali Ciliwung yang merupakan sungai tua di Bogor.
Deklarasi "Rebo Nyunda", kata dia, dimaksudkan untuk mengingatkan pentingnya penggunaan bahasa Sunda yang sekarang ini sudah amat jarang digunakan di Kota Bogor, khususnya di kalangan generasi muda.
"Karena itu, kami akan terus mengumpulkan tanda-tangan minimal 1.000 tanda tangan di kain putih sepanjang 30 meter untuk mendapatkan dukungan masyarakat," katanya.
Nantinya, kata dia, tanda tangan tersebut rencananya akan diserahkan kepada wali kota Bogor dan ketua DPRD guna menegaskan bahwa program tersebut didukung oleh masyarakat Kota Bogor.
Tjetjep mengatakan gagasan itu dilaksanakan bertepatan dengan Hardiknas, karena akan lebih berarti dengan upaya memasukkan pengajaran kearifan lokal di sekolah kepada dunia pendidikan.
Ia juga menyarankan bahwa ajang "pasanggiri" (pemilihan) Mojang-Jajaka yang akan digelar Disbudpar hendaknya para peserta bisa menggunakan bahasa Sunda sebagai salah satu syaratnya. "Namanya saja mojang dan jajaka, masa iya tidak bisa berbahasa Sunda," katanya.