Rabu 07 May 2014 09:15 WIB

SBY Diharap Tak Terjebak Diplomasi PM Abbot

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjabat tangan dengan Perdana Menteri Australia yang baru saja dilantik, Tony Abbott di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/9).
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjabat tangan dengan Perdana Menteri Australia yang baru saja dilantik, Tony Abbott di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak terjebak dalam diplomasi per telepon Perdana Menteri Australia Tony Abbott.

Hikmahanto mengemukakan hal itu dalam siaran pers, Rabu, menanggapi pemberitaaan PM Tony Abbott yang menelepon Presiden SBY, Selasa (6/5), untuk menyampaikan penyesalannya tidak dapat memenuhi undangan untuk menghadiri Konferensi Open Government Partnership di Bali.

"Presiden SBY harus menyikapi telepon PM Abbott ini secara hati-hati agar tidak merugikan kepentingan nasonal Indonesia. Ini mengingat pada waktu hampir bersamaan terdapat insiden di mana Australia mendorong kapal pencari suaka ke wilayah teritorial Indonesia. Bahkan menaikkan tiga orang lain lagi (yang sebelumnya ditahan) ke dalam kapal tersebut," katanya.

Menurut dia, hal terakhir tersebut merupakan modus yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh otoritas Australia.

Ia mengatakan, pada pemberitaan media Australia diindikasikan ketidakhadiran PM Abbott yang sebelumnya telah dikonfirmasi bertalian tentang insiden ini.

Indonesia sebagaimana disuarakan oleh Menlu Marty Natalegawa telah mengkritik secara keras terkait kebijakan PM Tony Abbott untuk menghalau para pencari suaka ke wilayah teritorial Indonesia.

Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia tidak perlu terburu-buru atau merasa bersalah dengan belum normalnya hubungan Indonesia-Australia sebelum PM Tony Abbott mencabut kebijakan unilateral menghalau kapal pencari suaka yang merugikan Indonesia.

"Presiden tidak perlu merasa harus menanggung beban untuk memperbaiki hubungan Indonesia-Australia karena akan mengakhiri masa jabatannya di bulan Oktober," katanya.

Ia menegaskan, pemulihan hubungan akan sangat bergantung pada kebijakan PM Tony Abbott atas masalah penyadapan dan masalah pencari suaka.

"Presiden tidak boleh terjebak atas kelicikan Australia karena 'keramahan' PM Tony Abbott melakukan telepon pribadi," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement