REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pembicaraan damai antara Israel dan Palestina kembali menemui jalan buntu. Seorang pejabat tinggi AS mengatakan pada Kamis kedua pemimpin dari dua negara tersebut tidak ingin berkompromi lagi. Usaha sembilan bulan Menteri Luar Negeri AS John Kerry pun bagai kapas tertiup angin.
Utusan khusus AS, Martin Indyk menyalahkan kedua belah pihak atas mandetnya perjanjian damai tersebut. Meski demikian, ia tetap menyarankan pembicaraan terus diupayakan hingga berlanjut lagi pada akhirnya. ‘’Hal ini tidak pernah berakhir di timur tengah,’’ kata Indyk dalam konferensi di Institut Washington untuk Kebijakan Daerah Timur, dikutip dari Reuters.
Isu yang menjadi inti penting perjanjian damai itu belum bisa diakhiri meskipun telah mengarungi masa hampir enam dekade. Konflik Israel-Palestina selalu berkutat di perbatasan, keamanan, status Yerusalem dan nasib para pengungsi Palestina di tanah caplokan Israel.
Menurut Indyk, kedua belah pihak telah menunjukan fleksibilitas terhadap negosiasi. ‘’Namun mereka tidak merasa hal tersebut sebagai hal yang mendesak,’’ kata dia. Padahal nyatanya, tambah dia, kedua negara ini kehilangan kesempatan dan mengambil langkah yang salah hingga merusak proses perdamaian.
Salah satu langkah salah yang diambil Palestina adalah dengan membangun kerjasama dengan Hamas pada 24 April lalu. Sementara langkah salah milik Israel adalah dengan mengakuisisi tepi barat ditandai pembangunan pemukiman Yahudi di daerah sengketa.
Indyk mengatakan baik Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu tidak konsisten dan serius. AS terus meyakinkan Abbas untuk bernegosiasi dengan Netanyahu namun ia tetap diam.
‘’Dia sudah 79 tahun sekarang, dia mungkin lelah. Dia ingin meninggalkan posisi sekarang dan lebih memilih fokus pada suksesi kepemimpinan Palestina daripada bernegosiasi,’’ kata Indyk.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook