REPUBLIKA.CO.ID, SOMA -- Warga Turki meluapkan kemarahannnya setelah bencana terburuk yang terjadi di sebuah pertambangan di negara tersebut. Jumlah korban tewas pun meningkat menjadi 282 jiwa dan ratusan lainnya masih terjebak.
Dilansir dari Aljazeera, para serikat pekerja tersebut marah atas kejadian ini. Menurut mereka standar keamanan pekerja menjadi buruk sejak fasilitas yang sebelumnya dikelola oleh negara dialihkan kepada perusahaan swasta. Pertambangan di Soma telah diswastakan pada 2005.
"Ratusan pekerja dan saudara kami di Soma telah dibiarkan meninggal sejak awal karena telah dipaksa untuk tetap bekerja secara brutal dalam proses produksi untuk mendapatkan keuntungan yang besar," kata sebuah pernyataan, merujuk pada lokasi bencana di pertambangan.
Kepala Konfederasi Serikat Buruh Revolusioner Turki mengatakan beberapa kelompok utama serikat pekerja telah menyetujui aksi pemogokan. Arzu Cerkezoglu juga meminta para warga untuk memakai pakaian hitam dan berunjuk rasa di Departemen Tenaga Kerja.
"Mereka yang mengejar privatisasi, kebijakan yang mengancam nyawa para pekerja untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan merupakan penyebab peristiwa di Soma dan mereka harus bertanggung jawab," kata sebuah pernyataan dari kelompok lain, seperti dilansir dari BBC.
Kemarahan dan kesedihan pun diluapkan dalam protes dan demonstrasi di sejumlah wilayah di Turki pada Rabu. Untuk membubarkan demonstrasi tersebut, kepolisian Turki pun menembakkan gas air mata serta meriam air ke arah ribuan demonstran di alun-alun Kizilay di Ankara.
Demonstrasi yang sama juga terjadi di alun-alun Taksim di Istanbul serta di Soma. Perdana Menteri Recep Erdogan Teyyip mengatakan akan melakukan penyelidikan atas tragedi tersebut.
Namun, para pengunjuk rasa di Istanbul justru menuntutnya untuk mengundurkan diri. Para kerabat korban tragedi pertambangan di Soma pun meneriakan Erdogan pembunuh dan pencuri.
Aparat kepolisian juga mendirikan benteng dan berjaga-jaga di sekitar rumah sakit pemerintah Soma untuk menjaga para pengunjuk rasa dari para penambang yang terluka dalam bencana itu. Setidaknya, 80 orang dilaporkan terluka dalam insiden tersebut.
Erdogan pun menyatakan tiga hari berkabung nasional dan mengibarkan bendera setengah tiang. Selain itu, ia juga menunda kunjungan luar negerinya dan mengunjungi lokasi bencana di Soma, sekitar 250 km selatan Istanbul. Iring-irangan mobil Erdogan pun diserang saat kunjungannya ke Soma. Para demonstran juga meneriakkannya untuk mundur.
Menurut pihak berwenang, bencana tersebut diikuti dengan ledakan dan kebakaran yang disebabkan oleh aliran listrik. Para korban tewas karena keracunan karbon monoksida.
Saat ini, menurut perusahaan pertambangan, sekitar 450 orang telah diselamatkan. Namun, pihak berwenang menyebutkan upaya penyelamatan terhambat oleh panjangnya terowongan dalam tambang serta tingginya konsentrasi gas di bawah tanah.
Para penyelamat pun masih berupaya keras untuk menemukan para korban. Mereka juga mengalirkan oksigen ke bawah tanah agar para pekerja yang terjebak tetap bertahan hidup. Namun, Menteri Energi Taner Yildiz mengatakan pertambangan tersebut masih terbakar dan menghambat upaya penyelamatan.
Operator pertambangan Soma Komur Isletmeleri mengatakan, meski pun standar keamanan yang digunakan sudah yang tertinggi, bencana tersebut tetap terjadi. Ia pun menambahkan, penyelidikan tengah dilakukan.
Departemen Tenaga Kerja dan Keamanan Sosial Turki menyatakan pertambangan tersebut telah diperiksa lima kali sejak 2012, termasuk pada Maret 2014. Dalam pemeriksaan tersebut tak ada masalah pelanggaran keselamatan kerja dan keamanan.
Meski pun begitu, partai oposisi negara tersebut mengatakan partai berkuasa Erdogan akhir-akhir ini telah menolak usulan pengadaan penyelidikan parlemen terhadap serangkaian kecelakaan di sekitar tambang di Soma. Kecelakaan merupakan hal yang biasa di industri pertambangan Turki karena terkendala oleh kondisi keamanan yang buruk.
Di Soma, sekitar 16 ribu dari 105 ribu warganya berkerja di industri pertambangan. Bencana pertambangan terburuk kedua di Turki terjadi pada 1992 karena adanya ledakan gas dan menewaskan 263 pekerja di dekat pelabuhan Laut Hitam Zonguldak. Erdogan juga telah menghadapi berbagai kritikan di sosial media karena dinilai tidak sensitif.