Senin 19 May 2014 17:34 WIB

Mali Kirim Pasukan untuk Rebut Kidal dari Separatis Tuareg

Rep: Alicia Saqina/ Red: Julkifli Marbun
The United Nations Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali (MINUSMA)
Foto: [ist]
The United Nations Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali (MINUSMA)

REPUBLIKA.CO.ID, KIDAL -- Mali mengirimkan pasukan tentaranya pada Ahad (18/5), untuk merebut kembali Kota Kidal dari tangan separatis Tuareg. Perebutan kembali Kidal itu dilakukan, usai setidaknya dua warga sipil dan enam pekerja pemerintah dibunuh dalam serangan yang melanda kantor gubernur regional.

 

Menurut laporan PBB, sedikitnya delapan tentara tewas dalam serangan itu. Tak hanya itu, 30 PNS pun turut ditangkap oleh para pemberontak dalam  serangan yang pecah saat Perdana Menteri Moussa Mara berkunjung ke sebuah kota di utara.

 

Dikutip dari Reuters, Ahad (18/5), juru bicara kelompok separatis membantah adanya pihak yang telah terbunuh dalam serangan di kantor pemerintahan itu.

 

Dalam peristiwa, baku tembak pun akhirnya terjadi bahkan sebelum kedatangan Mara dalam kunjungannya pada sabtu (17/5) itu. Karena hal keamanan, PM pun harus berlindung  di markas militer setempat.

 

''Dalam deklarasi perang ini, situasi Republik Mali selanjutnya pun berada dalam kondisi perang,'' kata Mara kepada Reuters, di markas tersebut. Ia mengatakan, pasukan khusus pun telah dikerahkan untuk mengambil kembali Kidal.

 

''Bantuan kekuatan sedang dalam perjalanan ke Kidal. Tujuannya, untuk benar-benar merebut kembali Kidal,'' ujar seorang sumber senior di kemiliteran Mali yang enggan menyebutkan namanya.

 

Demi bisa menyampaikan informasi lanjut terkait serangan yang dilakukan separatis itu, Mara pun harus berpindah ke kota Gao, Ahad. Mara juga mengkritisi pasukan PBB dan Perancis yang memungkinkan hingga akhirnya serangan itu terjadi.

 

''Yang paling kami harapkan dari pasukan MINUSMA dan Serval (Perancis) yakni, setidaknya mereka mampu memastikan kantor gubernur tidak sampai diserang,'' ucapnya.

 

Tak hanya pemerintah Mali yang menyatakan saat ini berada dalam situasi perang, MINUSMA pun menyebut serangan ini merupakan tindak kejahatan yang tak bisa dimaafkan.

 

Ahad (18/5), MINUSMA menerangkan, 21 polisi PBB terluka saat menjalankan tugas mereka mengamani kunjungan PM ke Kidal. Bahkan dua di antaranya mengalami luka tembak serius.

 

''Kejahatan besar ini benar-benar tak dapat diterima dan mereka semua yang melakukannya harus bertanggung jawab,'' kata Kepala MINUSMA, Albert Koenders.

 

''Penyelidikan harus cepat dilakukan untuk memverifikasi fakta dan membawa pihak yang bertanggung jawab ke peradilan,'' lanjutnya.

 

Menanggapi hal tersebut, juru bicara Gerakan Nasional Tuareg untuk Pembebasan Azawad (MNLA), Ahad, lebih dulu mengatakan, para pemberontak siap membebaskan puluhan pekerja pemerintah yang mereka tahan. ''Tidak ada pembunuhan (yang tewas) dalam serangan tembak-menembak atau ledakan mortir yang terjadi di kantor gubernur,'' kata Attaye Ag Mohamed, kepada //Reuters// melalui sambungan telepon.

 

Ia mengatakan, MNLA juga menahan 15 tentara yang mereka anggap sebagai tawanan perang. Ia pun menjelaskan, atas peristiwa yang terjadi pihaknya tak mengalami kerugian.

Tak hanya itu, bahkan Mohamed membantah keterangan yang dikeluarkan pemerintah Mali yang menyebut MNLA melakukan serangan. Ia mengatakan, tentara Mali yang lebih dulu menyerang mereka Sabtu itu. ‘’Sekarang, situasi sudah tenang. Kami sudah berada dalam posisi kami. Kami tidak takut akan tentara Mali. Kami siap,’’ tegas Mohamed. 

 

Sebelumnya, akibat serangan yang terjadi Sabtu yang menyerang sebuah kantor gubernur di Mali, 25 tentara Mali mengalami luka-luka. Delapan tentara lainnya pun tewas.

 

Kementerian Pertahanan Mali pun menyatakan, meski anggota militernya ada yang tewas, namun 28 pelaku penyerangan pun tewas dan 62 pihak separatis luka-luka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement