REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO-- Beberapa hari setelah penghitungan sementara menyatakan kemenangan mantan panglima militer Abdel Fattah el-Sisi, protes bermunculan di berbagai kota di Mesir. Pada Jumat, demonstran turun ke jalan di ibukota Kairo dengan membawa poster dan foto presiden terguling Mohamed Morsi. Mereka menyerukan penolakan terhadap Sisi.
Hasil penghitungan awal pemilihan presiden menyatakan Sisi memperoleh 96 persen suara. Rivalnya politisi sayap kiri Hamdeen Sabahi hanya mendapatkan tiga persen suara. Dalam pernyataannya, Jumat, Sabahi mengatakan telah mengajukan keberatan secara hukum kepada komite pemilihan umum.
Dia melaporkan adanya pelanggaran, yakni kampanye yang berlangsung di dalam tempat pemungutan suara oleh pendukung Sisi. Dia juga mengimbau panitia untuk membatalkan semua suara yang diberikan pada hari ketiga pemungutan suara.
Pihak berwenang memperpanjang pemungutan suara satu hari pada menit terakhir, Selasa. Pengamat luar negeri mengatakan langkah itu merupakan tindakan luar biasa yang menimbulkan pertanyaan tentang integritas proses pemilu meskipun itu bukan langkah ilegal.
Meski Sisi menang, pemungutan suara itu dipandang sebagai pukulan bagi pembentukan pemerintah militer karena jumlah pemilih yang rendah. Sebuah tim Uni Eropa yang memantau pemilihan presiden mengatakan pemilihan itu telah dilakukan sesuai dengan hukum.
Namun, tim menyayangkan kurangnya partisipasi pemilih. Pemerintah mengatakan dari 54 juta pemilih, partisipasi pemilih sekitar 46 persen. Jumlah tersebut kurang dari 40 juta pemilih atau 80 persen suara. Jumlah itu kurang dari 52 persen pada pemilu presiden 2012 saat memilih Mohamed Mursi.
Jajak pendapat yang dilakukan Reuters menyatakan partisipasi yang rendah. Banyak warga Mesir lebih memilih berada dalam rumah dengan alasan apatisme politik, tidak setuju militer berkuasa, ketidakpuasan pada penindasan kebebasan di kalangan pemuda liberal dan menyerukan pemboikotan pada Islam.
Para pejabat Uni Eropa mengatakan pemilu diadakan dengan damai dan tenang dengan hanya masalah prosedural kecil dan sejumlah pelanggaran. Ikhwanul Muslimin telah menyerukan untuk memboikot pemilu. Lawan Sisi mengatakan Mesir telah kembali ke pemerintahan otokratis sejak ia menggulingkan Morsi.
Lebih dari 1.400 orang tewas dalam bentrokan jalanan dan ribuan dipenjara dalam tindakan keras terhadap Ikhwanul Muslimin dan sekutunya. Pemilihan presiden Mesir dikritik oleh lembaga pemantau AS Democracy International.
Lembaga tersebut mengatakan lingkungan politik yang represif membuat pemilihan presiden yang benar-benar demokratis tidak mungkin dilakukan. Presiden sementara Adly Mansour yang diangkat oleh Sisi Juli lalu mengatakan jumlah pemilih sebesar 46 persen menunjukkan konsensus yang luas.