REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perdana Anas Urbaningrum dalam kasus proyek Hambalang mendakwa mantan Ketua Umum Demokrat itu dengan tuduhan gratifikasi dan pencucian uang. Diakhir sidang yang dilangsungkan Jumat (30/5) itu pun, Anas berang dan menyebut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) imajiner.
Menanggapi ini, salahsatu Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memastikan bahwa anggapan Ana situ tidak tepat. Menurut Bambang, dakwaan dibangun berlandas pada bukti ditambah keterangan saksi-saksi dalam kasus tersebut.
“Itu sesuai bukti yang ada, dari keterangan saksi-saksi juga, jadi tidak tepat bila dikatakan imajiner,” kata Bambang melalui pesan singkat Ahad (1/6).
Pun demikian dengan penilaian Anas yang menyebut bahwa tuduhan keinginan menjadi presiden sehingga rajin mengumpulkan dana haram dari sektor proyek pemerintahan adalah khayalan JPU KPK, Bambang memberi penegasan.
Menurutnya, saksi-saksi yang diperiksa KPK menyebutkan fakta demikian, sehingga tidak ada satu dakwaan pun berasal dari imajinasi JPU KPK. “Semua ada dasarnya, alat bukti dan keteragan saksi termasuk keinginan untuk AU (Anas) nyapres,” kata Bambang.
Sebelumnya, Anas didakwa menerima gratifikasi hingga Rp 116,5 miliar plus Rp 5,2 juta Dollar AS. Selain itu, Anas juga disebut JPU melakukan pencucian uang hingga puluhan miliar rupiah dari hasil gratifikasinya.
Banyaknya gratifikasi yang diterima Anas diduga JPU ialah bagian dari ambisinya mengumpulkan modal untuk maju sebagai Capres di tahun 2014. Obsesi Anas, menurut dakwaan bermula di tahun 2005 silam ketika ia keluar dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Anas sendiri menuduh dakwaan yang JPU alamatkan kepadanya tidak bersandar pada fakta nyata bahkan seperti sebuah khayalan. "Saya disebut mau nyapres sejak 2005, dari mana anggapan ini. Kenyataan atau spekulasi Ini tidak dengan data-data yang saya kira tidak valid. Apa ini logis ? Saya disebut ingin nyapres lalu rajin kumpulkan uang untuk modal ," kata Anas usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Jumat lalu.