REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ekonom dari Universitas Diponegoro Semarang FX Sugianto mengatakan disparitas harga BBM antara subsidi dengan non subsidi masih menjadi masalah yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah.
"Disparitas harga ini memicu kekacauan dalam pendistribusian dan memunculkan "black market" untuk menyelundupkan BBM antar daerah," ujarnya, Jumat (8/8).
Menurutnya dengan perbedaan harga yang terlalu besar maka konsumen tetap akan lebih memilih yang murah sehingga berpotensi muncul kecurangan di level bawah, salah satunya konsumsi BBM bersubsidi justru dinikmati oleh golongan menengah atas.
"Sebetulnya daripada melakukan pembatasan penjualan BBM subsidi lebih baik kan Pemerintah menaikkan harga, langkah ini lebih efektif dilakukan," ujarnya.
Oleh karena itu pihaknya berharap agar secara bertahap disparitas harga ini bisa dihapuskan, paling tidak dalam waktu tiga tahun harga BBM berada di level harga keekonomian yaitu Rp11 ribu/liter.
"Ini harus segera dilakukan karena ternyata BBM justru lebih banyak diminati oleh kelompok terbanyak, termasuk salah satunya golongan industri," jelasnya.
Menurutnya kalaupun BBM subsidi tidak dihapuskan seharusnya Pemerintah lebih selektif dalam memilih sektor apa saja yang bisa memperoleh bantuan dari Pemerintah tersebut.
"Salah satunya kelompok nelayan itu harus diperhatikan, untuk kelompok-kelompok lain seharusnya Pemerintah sudah memiliki data lengkap mana saja yang bisa diberikan fasilitas subsidi dan mana yang tidak," jelasnya.