REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Gubernur Maluku, Said Assegaf yang meminta pengerahan pasukan TNI ke Maluku untuk menstabilkan situasi keamanan dianggap tidak tepat oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Adriyani mengatakan pengerahan tersebut tidak tepat karena belum ada kepastian sejauh mana konflik di Maluku telah mengganggu pertahanan dan keamanan nasional.
"Harusnya kepolisian menyampaikan dulu sejauh mana penangan yang dilakukan, sehingga kepolisian dianggap sudah tidak mampu dan Gubernur minta bantuan TNI," kata Yati di Sekretariat Kontras,Ahad (10/8).
Pihak kepolisian, lanjut Yati, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penanganan keamanan dan penegakan hukum seharusnya memiliki peran utama dalam menangani situasi agar kondusif.
"Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan dari Kapolda Maluku bahwa pihaknya tidak lagi mampu menangani konflik di Maluku," ujarnya.
Ia pun mengatakan, perbantuan dan pelibatan TNI dikhawatirkan malah akan memperkeruh situasi. Hal ini dikarenakan pendekatan keamanan dan pertahanan yang cenderung represif dan militeristik.
Kontras pun meminta Panglima TNI untuk mengevaluasi dan menarik anggotanya dalam penanganan konflik di Maluku hingga ada informasi dari semua pihak yang terkait mengenai ukuran yang jelas tentang situasi dan kondisi di Maluku.
Sebelumnya, pada 7 Agustus lalu, sebanyak 500 anggota TNI dari Kostrad Jawa Barat diturunkan ke wilayah Maluku dan berada di bawah Satgas Bawah Komando Strategis (BKO) Kodam Pattimura. Pengerahan pasukan ini menyusul permintaan Gubernur Maluku, Said Assegaf, terkait dua konflik horizontal yang terjadi di Maluku.
Konflik tersebut yaitu, bentrokan antara warga Desa Seith dan Desa Negeri Lima di kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 31 Juli, serta bentrokan antara warga Desa Lha dengan Desa Luhu di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Belasan orang tewas dalam kedua bentrokan tersebut. Penyebab keduanya, diduga karena perselisihan dan kesalahpahaman antar warga kedua desa.