REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Pemerintah menaikkan Harga Patokan Petani (HPP) untuk gula kristal putih dari Rp 8.250 per kilogram menjadi Rp 8.500 per kilogram. Namun, kenaikan harga itu tetap tidak dapat meningkatkan kesejahteraan petani tebu. Dikhawatirkan, minat para petani untuk menanam tebu akan semakin menurun.
"(Meski HPP naik), petani tetap merugi," ujar Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar, Haris Sukmawan, kepada Republika, Senin (11/8).
Pria yang akrab disapa Wawan itu menjelaskan, harga sebesar Rp 8.500 merupakan harga yang sama nilainya dengan besaran dana talangan yang diberikan pihak investor kepada petani gula di Jabar. Itu berarti, para petani tidak memperoleh tambahan dari keuntungan harga lelang gula.
Seperti diketahui, sejak empat tahun lalu, para petani di Jabar memiliki MoU dengan investor pemberi dana penyangga. Dalam MoU itu sepakati bahwa investor bersedia memberikan dana talangan sebesar Rp 8.500 per kg.
Namun, jika hasil lelang ternyata harga gula lebih rendah dari Rp 8.500 per kg, maka investor harus tetap membeli gula petani dengan harga Rp 8.500 per kg. Sedangkan jika harganya berkisar antara Rp 8.500 – Rp 9.000 per kg, maka selisih harganya dibagi untuk investor dan petani.
Jika harga lelang berkisar antara Rp 9.000 – Rp 9.300 per kg, maka selisihnya diberikan Rp 150 per kg untuk investor dan sisanya untuk petani. Sedangkan jika harganya lebih dari Rp 9.300 per kg, maka semuanya untuk petani.
Ternyata, lanjut Wawan, perkembangan harga lelang gula pada tahun ini cenderung terus menurun. Untuk di Jabar, pada lelang pertama, harga gula hanya Rp 8.300 per kg. Begitu pula dengan tingkat rendemen gula yang hanya sekitar 6,3 – 6,4 persen.
"Dengan harga yang hanya Rp 8.300 per kg, tidak ada peserta lelang yang berani daftar," terang Wawan.
Wawan menambahkan, dengan kondisi tersebut, maka dikhawatirkan tidak ada lagi investor yang bersedia memberikan dana talangan hingga akhir musim giling tahun ini. Karenanya, APTRI Jabar mendesak pemerintah untuk menaikkan HPP gula.
"Tapi ternyata kenaikan HPP gula hanya Rp 8.500 per kg. Itu berarti, tidak ada selisih keuntungan yang bisa dinikmati petani," kata Wawan.
Wawan menyatakan, berdasarkan usulan Dewan Gula Indonesia (DGI), HPP gula yang ideal bagi petani sebenarnya pada kisaran Rp 9.800 per kg atau setidaknya Rp 9.250 per kg. Selain bisa mengembalikan modal, para petani tebu pun bisa menikmati keuntungan. Dengan demikian, mereka akan terus menanam tebu.
Namun ternyata, lanjut Wawan, perkembangan harga gula terus menurun. Dia memprediksi, minat petani untuk menanam tebu dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun kedepan akan habis. Pasalnya, tidak ada keuntungan yang diperoleh petani.