Rabu 13 Aug 2014 19:40 WIB

Dekopin: Koperasi Kerap Dijadikan Kedok Himpun Dana Masyarakat

Logo Dekopin
Logo Dekopin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diminta untuk tidak mudah tergiur dengan investasi yang menawarkan keuntungan tinggi. Terlebih bagi yang menggunakan kedok koperasi.  

Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid mengatakan, saat ini masih banyak koperasi disalahgunakan sebagai alat untuk menghimpun dana dari masyarakat. Karena itu masyarakat diimbau tidak mudah percaya dan tergiur terhadap satu produk investasi, meskipun telah berbadan hukum koperasi. 

"Masyarakat sekarang kita imbau untuk tidak mudah tergiur tanpa melihat secara detil koperasi itu. Siapa pengurusnya, anggaran dasarnya apa," kata Nurdin Halid, Rabu (13/8) siang, di Jakarta. 

Karena menurut Nurdin, sejatinya koperasi merupakan wadah yang paling tepat dalam meningkatkan kesejahteraan bersama, asalkan dijalankan dengan benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi. 

"Maka dari itu masyarakat harus jadi anggota koperasi terlebih dahulu agar dia paham bahwa koperasi melayani anggota," kata dia. 

Begitu juga dengan koperasi, agar hanya melayani masyarakat yang telah menjadi anggota. Koperasi tidak boleh melayani masyarakat umum. 

"Karena kalau seperti itu adalah tugasnya perbankan," kata Nurdin. 

Pemerintah sendiri, lanjut Nurdin harus melakukan pengawasan dengan optimal. Pemerintah juga diminta melakukan tindakan tegas dengan mencabut badan hukum koperasi yang terbukti melanggar aturan. 

"Kita sudah surati kementerian koperasi untuk buat edaran kepada pengurus koperasi di kabupaten/kota untuk mencabut badan hukum koperasi yang beroperasi sebebasnya," kata Nurdin. 

Ia juga meminta Kementerian Koperasi dan UKM lebih intensif menjalin kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur dan mengawasi bisnis jasa keuangan termasuk penghimpunan dana masyarakat.

"Sebab kita lihat di lapangan masih ada koperasi yang menghimpun dana masyarakat dengan berbagai skala usaha. Dan ini rawan disalahgunakan," katanya.

Menurut dia melalui kerja sama pengawasan yang baik maka akan mudah dipilah dengan jelas batas kewenangan pengawasan antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan OJK.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement