REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan Mahkamah Konstitusi harus memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden (Sengketa Pilpres) 2014 secara adil dan bijaksana, agar presiden dan wakil presiden harus memerintah dengan legitimasi rakyat.
"Tanpa adanya legitimasi rakyat, maka pemerintahan selanjutnya akan akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang juga akan memicu instabilitas politik nasional," kata Yusril, saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang Sengketa Pilpres di MK, Jumat (15/8).
Untuk itu, Yusril meminta majelis hakim memeriksa keterangan saksi secara detil dan mencermati bukti yang diajukan secara teliti dan bijaksana sebelum memberikan putusan.
Menurut Yusril, sudah waktunya MK menangani sengketa pemilu, khususnya pilpres, di lingkup substansi yang memastikan prinsip luber dan jurdil telah dilaksanakan dengan baik.
"Seperti misalnya MK di Thailand yang dapat menilai apakah pemilu konstitusional atau tidak konstitusional. Itu terkait legalitas pemilu itu sendiri," ujar Yusril, menjelaskan.
Dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres dari pemohon (pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto - Hatta Rajasa), pihak termohon (KPU) dan pihak terkait (pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla).
Pemohon menghadirkan saksi ahli, yakni Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, Dr Irman Putra Sidin, Dr Margarito Kamis, Said Salahudin, Dr A Rasyid Saleh dan Dr Marwah Daud Ibrahim.
Sedangkan pihak termohon menghadirkan Prof Dr Erman Rajagukguk, mantan hakim MK Dr Harjono, Prof Dr Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto, sementara Pihak Terkait, yakni Prof Dr Saldi Isra dan Bambang Eka Cahyana.