Selasa 19 Aug 2014 17:30 WIB

ICW Tuntut Pemerintah Cabut Remisi Pro Koruptor

Sejumlah aktivis menolak remisi untuk koruptor dan bandar narkoba (ilustrasi).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah aktivis menolak remisi untuk koruptor dan bandar narkoba (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, menyatakan bahwa tahun ini tidak ada koruptor yang menerima remisi. Tapi faktanya, Kemenkumham memberikan diskon masa tahanan kepada sejumlah narapida kasus korupsi di hari kemerdekaan 17 Agustus lalu, seperti Gayus Tambunan, Anggodo Widjojo, Urip Tri Gunawan,dan Muchtar Muhammad.

"Pemberian remisi yang mudah kepada koruptor merupakan pukulan telak  bagi upaya pemberantasan korupsi, khususnya efek jera yang ditimbulkan," kata Agus Sunaryanto, wakil koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (19/8)

ICW awalnya menilai pemerintah sudah memiliki komitmen untuk memperketat remisi bagi narapidana kasus korupsi, narkotika, kejahatan transnasional, terorisme, dan kejahatan HAM. Komitmen tersebut diwujudkan dalam penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Permasalahannya, PP 99/2012 kembali dimentahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin melalui penerbitan Surat Edaran (SE) Menkumham Nomor M.HH-04.PK.01.05.06Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP 99/2012. Surat Edaran ini dikeluarkan pada 12 Juli 2013.

Padahal, menurut Agus, pada Hari Raya Lebaran 2010, langkah Kemenkumham sudah menimbulkan perdebatan. Ketika itu Menkumham Patrialis Akbar memberikan remisi kepada 42.823 narapidana dan 41.408 napi menerima remisi khusus (pengurangan sebagian hukum), termasuk koruptor.

"Hal itu menimbulkan perdebatan sekaligus melukai rasa keadilan masyarakat, karena koruptor dapat dengan mudah mendapat pengurangan masa hukuman," ungkap Agus.

Munculnya PP 99/2012, lanjut dia seharusnya membawa angin segar bagi pemberantasan korupsi, juga sebagai pengejawantahan komitmen pemerintah dalam mendukung pemberantasan korupsi. Melalui PP ini, narapidana kasus korupsi tidak bisa lagi menerima remisi dengan mudah, karena mereka diharuskan memenuhi dua syarat untuk mendapatkannya.

Syarat itu, pertama, narapidana kasus korupsi harus bersedia menjadi justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama) untuk mengungkap pelaku utama atau perkara maupun pelaku korupsi yang lainnya. Kedua, narapidana kasus korupsi harus membayar pidana uang pengganti dan denda yang dijatuhkan kepadanya.

"Kedua syarat dalam PP 99/2012 ini menjadi filter bagi narapidana kasus korupsi yang ingin mendapat remisi. Artinya, untuk memeroleh remisi, narapidana kasus korupsi tidak memiliki pilihan lain selain memenuhi kedua syarat yang disebutkan dalam PP ini, sehingga tidak ada lagi remisi yang diobral atau diberikan dengan cuma-cuma kepada para terpidana," tutur Agus.

Tapi, ICW menyesalkan, pemerintah mementahkan syarat tadi melalui Surat Edaran Menkumham yang dikeluarkan pada 12 Juli 2013."Jika tidak juga dicabut, maka ICW bersama koalisi masyarakat sipil akan mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung," tandas Agus. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement