REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan paham Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) membuat Pondok Pesantren (Ponpes) ikut jadi sorotan. Pasalnya, dalam beberapa kasus, paham radikalisme menyusup dari tubuh pesantren.
Para pengurus Pondok Pesantren di Indonesia pun siaga memagari peserta didiknya agar tak terpengaruh paham tersebut. Bahkan, para santri sejak awal pendidikannya telah diajarkan nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.
“Radikalisme bukan gaya pendidikan di pesantren,” kata Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) Jawa Barat Utawijaya Kusuma kepada Republika saat dihubungi melalui telepon pada Jumat (22/8). Lebih jauh, pesantren justru mendukung pencegahan gerakan radikal tanpa bergantung pada momentum.
Maka, kerap dikaitkannya pesantren sebagai salah satu pintu masuk paham radikal akibat pemberitaan di media terhadap contoh kasus radikalisme yang ditemukan di pesantren tertentu, lanjut dia, adalah persepsi yang salah.
Ia dapat memastikan, pesantren sampai saat ini tak kecolongan disusupi paham radikal. Sebab sejak awal, santri sudah dibekali akidahnya dengan ajaran ahlu sunnah wal jamaah.
Jika ada partisipan radikalisme yang megatasnamakan santri, orang tersebut hanya sebentar belajar di pondok pesantren lantas ikut kelompok radikal. Atau boleh jadi mereka itu adalah masyarakat yang sekolah di luar negeri dan tersusupi paham radikal.
Dalam membantu pencegahan paham radikal di masyarakat, FPP Jabar bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui soft approach. Dalam pendekatan tersebut, para santri dan peserta didik dibekali pendidikan Islam yang damai dibarengi pemberian pemikiran soal cinta NKRI.
“Dimulai dari mempelajari sejarah bangsa ini,” katanya.