REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) menilai, permintaan Badan Pemenangan Nasional (BPN) untuk mendiskualifikasi Joko Widodo-Ma'ruf Amin tidak memilik dasar yang kuat. Permintaan diskualifikasi datang melalui hasil Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional ketiga.
"Apa dasarnya mereka ingin mendiakualifikasi 01, apakah ada dasar yang kuat?" kata Wakil Ketua TKN KIK Abdul Kadir Karding di Jakarta, Kamis (2/5).
Karding mengatakan, ulama seharusnya mengambil keputusan berdasarkan kejujuran, kaidah-kaidah fiqih, dan kepentingan serta keutuhan persatuan Indonesia. Dia mengatakan, ulama seharusnya tidak mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pribadi atau kelompok.
Terkait Ijtima Ulama, ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, seharusnya mereka menjaga marwah ulama berdasarkan diri pada aturan hukum positif yang ada. Ulama, menurut Karding, juga sebaiknya percaya pada lembaga penyelenggara negara.
Karding melanjutkan, setiap lapisan masyarakat dalam hukum dan prinsip beragama tidak boleh mengeluarkan keputusan yang dzolim. Dia mengatakan, keputusan seharusnya didasarkan dengan melihat fakta-fakta dan bukan mengacu pada asumsi-asumsi apalagi itu untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
"Jadi menurut saya itu adalah suatu ijtima-ijtimaan itu, tidak mencerminkan ijtima ulama tapi lebih kepada gerombolan-gerombolan politik yang memiliki kepentingan politik yan memang berbeda dengan 01," katanya.
Sebelumnya, permintaan diskualifikasi berangkat dari hasil Ijtima Ulama Tokoh Nasional ketiga yang dilaksanakan di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/5). Salah satu hasil pertemuan itu adalah mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan membatalkan, atau mendiskualifikasi paslon capres-cawapres 01 menyusul adanya kecurangan terstruktur sistematis dan masif dalam proses Pilpres 2019.