Sabtu 30 Aug 2014 06:30 WIB

Korban Tewas Konflik Ukraina Hampir 2.600 Orang

Para pendukung pro-Ukraina terlibat bentrok dengan pendukung di Kota Donetsk.
Foto: AP Photo
Para pendukung pro-Ukraina terlibat bentrok dengan pendukung di Kota Donetsk.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV-- Konflik yang melanda bagian timur Ukraina telah membunuh hampir 2.600 orang, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa Jumat, yang menyuarakan kecemasan mengenai kejahatan yang dilakukan kelompok-kelompok bersenjata dan peningkatan keterlibatan para pejuang asing.

Satu laporan Hak Asasi Manusia PBB menyatakan naiknya jumlah korban itu disebabkan oleh pertempuran yang meluas ke kawasan-kawasan padat penduduk di negara itu. Jumlah orang yang meninggalkan rumah-rumah mereka telah mencapai sedikitnya 430.000, menurut angka PBB, dengan sebagian orang menuju Rusia.

Dikatakan, sedikitnya 2.593 orang termasuk sedikitnya 23 anak-anak telah terbunuh di Uraina antara pertengahan April ketika konflik pecah dan 27 Agustus dengan sebanyak 5.956 orang luka-luka.

Jumlah angka kematian akan mendekati 3.000 jika 298 korban dalam kecelakaan pesawat MH17 pada Juli dimasukkan, kata Asisten Sekjen PBB untuk HAM Ivan Simonovic ketika ia menyampaikan penemuan-penemuan tersebut di Kiev.

PBB juga melaporkan jumlah korban meninggal tiap hari telah naik jadi 36 orang. Menurut dia, jumlah korban meningkat khususnya ketika pejuang asing ikut serta dalam pertempuran. Namun dia menyatakan para pemantau HAM tidak dalam posisi untuk memberikan analisis militer.

Laporan itu menyebutkan sedikitnya 468 orang masih ditahan oleh para pemeberontak pro Rusia, yang menempatkan populasi sipil dalam risiko dengan menjadikan posisi mereka dan menyerang dari kawasan-kawasan padat penduduk, khususnya di Lugansk dan Donetsk.

"Kelompok-kelompok bersenjata terus melakukan pembunuhan, penculikan, penyiksaan fisik dan pskologis," menurut laporan itu.

Dari Brussels, Kepala NATO Anders Fogh Rasmussen mendesak Rusia Jumat untuk menghentikan aksi-aksi militer "ilegal" di Ukraina, dengan menuduhnya melakukan upaya "berbahaya" membuat tetangganya tak stabil.

"Kami mengecam keras upaya terus-menerus Rusia yang tak memperhatiakn kewajiban internasional," kata Rasmussen setelah sidang darurat NATO mengenai krisis tersebut.

Rasmussen mengatakan kendati ada sanggahan dari Rusia, jelas bahwa pasukan dan senjata Rusia masuk ke wilayah bagian timur Ukraina, tempat para pemberontak pro Moskow bertempur melawan pasukan pemerintah selama empat bulan.

"Ini bukan aksi yang berdiri sendiri tetapi bagian dari pola bahaya selama berbulan-bulan untuk membuat Ukraina tak stabil sebagai negara berdaulat," kata dia.

Kepala NATO itu menyebut masuknya tentara Rusia yang dituduhkan merupakan eskalasi serius dari agresi militer Rusia terhadap Ukraina. "Kami mendesak Rusia menghentikan aksi-aksi militer ilegalnya, menghentikan dukungan bagi para pemberontak bersenjata, dan mengambil langkah-langkah segera untuk menurunkan ketegangan dalam krisis ini," kata dia.

Kiev dan Barat telah menuduh tentara Rusia berada di balik satu serangan cepat. Para pemberontak menguasai sejumlah wilayah dari pasukan pemerintah Ukraina. NATO Kamis menyatakan Rusia mengirim sedikitnya 1.000 serdadu ke dalam wilayah Ukraina, bersama dengan sistem pertahanan udara, artileri, tank dan kendaraan lapis baja, serta telah mengerahkan 20.000 serdadu dekat perbatasan.

Dalam satu langkah yang tentu membuat marah para bekas majikan Kiev di Moskow, Rasmussen juga mengatakan NATO tidak menutup pintu bagi kemungkinan keanggotaan Ukraina dalam aliansi transatlantik itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement