REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) hendaknya menghindari pencitraan, terutama terkait dengan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Politik pencitraan dirasa tidak akan bertahan lama jika pada akhirnya kebijakan yang dibuat dianggap menyengsarakan rakyat.
“Seharusnya sekarang Jokowi menghindari pencitraan, agar terus dianggap pro rakyat,” kata Firman saat dihubungi ROL, Ahad (31/8). Dalam politik, kata Firman, ada prinsip yang dipegang oleh para pemimpin dunia untuk tidak mengikuti kata masyarakat.
Sebaliknya, para pemimpin seharusnya dapat membuat masyarakat memahami kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. “Sehingga nanti masyarakat dan pemerintah bisa bersama-sama mengatasi masalah,” kata dia.
Terkait dengan isu kenaikan harga BBM, Firman mengatakan hal ini bukan wacana baru. Tahun 2005, SBY pernah membuat kebijakan serupa. Namun ketika itu, kata Firman, SBY tidak mengaitkan kebijakan yang ia buat dengan pemerintahan sebelumnya.
SBY juga dinilai mampu membuat masayarakat memahami kebijakan tersebut. “Sekarang jangan sampai Jokowi pencitraan minded. Sudah saatnya sebagai seorang pemimpin berani membuat kebijakan yang tidak populer,” ujar dia.