REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) menilai gaji menteri di Indonesia masih sangat minim sebesar Rp 19 juta per bulan. Jumlah tersebut dianggap tidak imbang dengan pendapatan yang diterima anggota dewan, para hakim dan sejumlah lembaga non kementerian.
Dia mengatakan, besaran gaji memang tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan tindakan korupsi. Namun, ke depan ia akan berpikir lebih realistis untuk menaikan pendapatan pejabat utama di kabinetnya agar tidak ada kesenjangan yang jauh dengan lembaga lain.
“Gaji menteri dan Presiden memang kecil bila dibandingkan anggota dewan yang menerima Rp 70 juta plus berbagai fasilitas, bahkan KPK saja bisa memperoleh Rp 75 juta per bulannya, apalagi para hakim,” kata JK di kediamannya, Jalan Brawijaya, Jumat (5/9).
Dia menambahkan, ada tiga hal yang akan ia perkuat nantinya seperti sistem, pengawasan dan prilaku para menteri. Ketiganya menjadi faktor yang menentukan dalam mengantisipasi munculnya dugaan kasus hukum di kalangan menteri pada pemerintahan Jokowi-JK.
“Menteri itu juga banyak aktifitasnya. Realistis saja, dengan gaji sebesar itu bagaimana. Tapi saya tegaskan, itu bukanlah /excuse/ bagi pejabat korupsi,” ujar dia.
Ia menjelaskan, Presiden SBY sebelumnya sempat merencanakan kenaikan gaji menteri, hanya saja, ia tak tahu mengapa hingga 10 tahun terakhir ini, belum ada realisasinya. JK juga belum memutuskan akan melipatgandakan pendapatan mereka, karena hal tersebut masih perlu dipertimbangkan.
Selain itu integritas, JK juga akan menempatkan orang-orang yang kredible dalam melaksanakan tugas di jajaran eksekutif. Menurut dia, Parpol Demokrat dan Presiden SBY harus mengevaluasi Menteri ESDM Jero Wacik. Sebab, keahlian dia bukan pada bidang tersebut.
“Waktu itu saya usulkan dia sebagai menteri pariwisata, dia punya pemahaman yang bagus soal itu. Saya tidak tahu kenapa ditempatkan di ESDM,” ujar dia.