REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Jaringan Perlindungan Anak (JPA) Kupang, Nusa Tenggara Timur mengungkap sedikitnya 12 kasus perdagangan anak di wilayah Kota dan Kabupaten Kupang.
"Kasus tersebut sudah kami laporkan ke Lembaga Rumah Perempuan untuk melakukan tindakan lebih lanjut," kata Kepala Divisi Penguatan Kapasitas dan Organisasi Lembaga Rumah Perempuan Kupang Imelda Dalli di Kupang, Senin.
JPA merupakan bagian dari Rumah Perempuan yang bergerak dalam bidang penyelamatan dan perjuangan bagi hak-hak perempuan dan anak, serta perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
Menurut dia, Lembaga Rumah Perempuan sudah melakukan sejumlah langkah, baik dari aspek hukum maupun aspek lainnya, termasuk pemulihan mental traumatik yang dialami para korban.
Sementara untuk para tersangka pelaku, pihaknya melakukan koordinasi dengan aparat kepolisian untuk mengambil tindakan hukum.
"JPA ini terdiri dari unsur pemerintah, tokoh masyarakat, kelompok anak-anak, serta beberapa kelompok yang ada di dalam masyarakat," katanya menambahkan.
Menurut dia, sejumlah daerah dalam Kota dan Kabupaten Kupang dijadikan sebagai titik pembentukan JPA, karena ditengarai menjadi basis hulu perdagangan anak dan perdagangan orang, dengan modus tenaga kerja wanita (TKW) atau tenaga kerja Indonesia (TKI).
Dengan pemahaman pengetahuan yang minim, lanjut Imelda, warga di sejumlah titik tersebut "termakan" rayuan para pengerah (pelaku perdagangan orang) untuk dijadikan sebagai TKW atau TKI dengan gaji yang besar.
"Anak masih di bawah umur sudah dimanipulasi identitasnya dan menjadi TKI ke luar negeri. Akibatnya sampai di sana (luar negeri) menjadi bulan-bulanan majikan, bahkan dianiaya hingga meninggal," katanya.
Karena itu, JPA akan menjadi penggerak di tengah masyarakat, dengan memberikan advokasi dan pemahaman tentang syarat dan pengetahuan lain sebagai TKI ke luar negeri, agar masyarakat tidak cepat percaya dengan rayuan maut para pengerah ilegal.