Selasa 09 Sep 2014 09:57 WIB

Haji Hanya Wajib Sekali? (2-habis)

Jamaah haji melaksanakan thawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar/ca
Jamaah haji melaksanakan thawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

Oleh: Hafidz Muftisany

MUI juga mengimbau, jika masih mampu melaksanakan ibadah haji kedua kali dan seterusnya, lebih baik dana untuk ibadah haji tersebut dialokasikan untuk kepentingan umum.

Dengan mengalokasikan dana bagi amal jariyah, pahala yang didapat juga sangat besar serta terus mengalir meski telah wafat.

Majelis Tarjih Muhammadiyah menegaskan, hukum haji pertama kali yang dilakukan kaum Muslimin adalah wajib. Sedangkan, haji kedua dan seterusnya hukumnya sunah jika memang mampu.

Jika ditanya mana yang lebih baik antara berangkat haji lagi atau memberangkatkan orang lain pergi haji, Majelis Tarjih menjawab dua hal tersebut tidak bisa dibandingkan. Menurut Muhammadiyah, keduanya sama baiknya.

Pergi haji meskipun kedua kalinya tetap akan memperoleh pahala besar sebagaimana keutamaan ibadah haji. Sementara, memberangkatkan orang lain pergi haji juga jelas pahala besar yang akan menghampirinya. Namun, konteks keduanya tidak bisa dibandingkan karena penerima manfaatnya masih perorangan.

Lain halnya jika dibandingkan jika dana tersebut disalurkan untuk kepentingan umum. Dalam hal ini, Majelis Tarjih Muhammadiyah senada dengan MUI bahwa membantu kepentingan umum lebih utama daripada kembali berangkat haji untuk kedua kalinya.

Alasannya, manfaat naik haji kedua kalinya hanya dirasakan oleh diri sendiri, sedangkan membantu kepentingan umum penerima manfaatnya jauh lebih banyak. Terlebih, jika orang tersebut hidup dalam lingkungan yang masih sangat membutuhkan uluran bantuan.

Ulama Arab Saudi Syekh Abdullah bin Abdil Azis al-Jibrin berpendapat, menunaikan haji nafilah (sunah) lebih utama daripada menyedekahkan uangnya tersebut. Sebab, dalam haji ada amalan badan sekaligus amalan harta. Keutamaan haji sangat besar seperti turunnya ampunan dan rahmat Allah. Ibadah haji juga merupakan zikir dan tafakur seorang hamba.

Namun, ujar Syekh al-Jibrin menjelaskan, jika ia memiliki kesulitan fisik maka menyedekahkan kepada orang miskin lebih utama dibanding membayar orang lain untuk menghajikannya. Sebab, tak jarang orang yang menghajikan orang lain lebih berharap harta imbalan dibanding amal saleh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement