Senin 15 Sep 2014 15:06 WIB

Listrik Padam Satu Jam di Darwin, Pemerintah Lakukan Penyelidikan

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOOURNE -- Menteri Utama Wilayah Utara Australia meminta proses komunikasi antara pemerintah dengan perusahaan penyedia gas untuk pembangkit listrik ditinjau kembali. Langkah itu dilakukan menyusul padamnya listrik di wilayah ini selama satu jam. Peristiwa tersebut juga dikaitkan dengan risiko tindakan terorisme.

Mati lampu terjadi hari Kamis (11/9), dikarenakan masalah terkait komunikasi yang mengakibatkan terhentinya pengaliran gas ke pembangkit listrik. Perusahaan yang mengoperasikan fasilitas pemrosesan gas Yelcherr adalah ENI, yang bermarkas di Italia. Gas dialirkan dari landasan yang terletak di teluk Joseph Bonaparte ke pembangkit listrik yang dimiliki perusahaan Power Water Corporation (PWC).

Adam Giles, Menteri Utama Wilayah Utara, menyatakan bahwa yang akan ditinjau kembali terkait peristiwa mati lampu termasuk kepastian persediaan gas. Akan diselidiki pula apakah ENI seharusnya bisa memberi peringatan lebih cepat pada pemerintah terkait masalah penyediaan gas.

Menteri Pelayanan Pokok Wilayah Utara, Willem Westra van Holthe, menyatakan bahwa pemerintah akan menyelidiki sebab utama terjadinya peristiwa itu. Dalam sebuah pernyataan, ENI mengumumkan bahwa persediaan sudah kembali normal dan tak ada resiko terhadap pekerja, peralatan, atau lingkungan.

Van Holthe menjelaskan bahwa saat terjadi kemacetan persediaan gas, tindakan pertama adalah mengambil gas dari ConocoPhillips, yang menjalankan fasilitas pemrosesan LNG di Darwin.

Namun, saat itu fasilitas tersebut sedang ditutup untuk perawatan. Tindakan cadangan kedua adalah menyalankan generator diesel, tetapi ternyata mesin-mesin tersebut tidak sanggup menghadapi beban listrik yang begitu besar. Terjadilah mati lampu.

Menurut van Holthe, mati lampu tersebut tidak terlalu merugikan konsumen. Di lain pihak, Dr Michael McKinley, pakar bidang keamanan dari Australian National University, menyatakan bahwa peristiwa itu menunjukkan betapa mudahnya landasan lepas pantai untuk memproses gas dan minyak bumi terkena serangan teroris.

Menurut McKinley, ada kemungkinan kelompok teroris menggunakan peledak untuk mengganggu atau menghancurkan produksi gas lepas pantai. Listrik padam kali ini mengganggu penyediaan listrik ke kota Darwin, termasuk ke markas-markas militer yang ada di kota tersebut.

"Sudah ada langkah-langkah yang diambil dalam tiga, empat puluh tahun terakhir untuk memastikan bahwa bila terjadi pengambilalihan landasan lepas pantai, ada kemungkinan landasan itu bisa direbut kembali dengan menggunakan pasukan khusus angkatan bersenjata Australia," ucap McKinley, baru-baru ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement