Kamis 18 Sep 2014 21:47 WIB

Udar Pristono Ajukan Permohonan Jadi Tahanan Rumah

Rep: C57/ Red: Indira Rezkisari
Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono keluar dari ruangan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/9).   (Antara/Muhammad Adimaja)
Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono keluar dari ruangan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/9). (Antara/Muhammad Adimaja)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pengacara tersangka kasus Bus Transjakarta, Udar Pristono, Budi Nugroho mengatakan akan mengajukan permohonan pengalihan penahanan rutan menjadi tahanan rumah. Serta, akan mengajukan penangguhan penahanan.

"Besok akan diajukan, sudah saya siapkan," ujarnya, Kamis (18/9).

Menurutnya, permohonan tersebut akan dilakukan dengan pertimbangan Udar tidak akan melarikan diri. Serta, kooperatif.

Ia menuturkan, selama panggilan pertama pemeriksaan tersangka pada 22 Mei 2014, Udar selalu kooperatif dan tidak mangkir. Selain itu, pihaknya pun akan meninjau untuk mengajukan pra peradilan.

"Masih saya gali lagi dan tinjau (pra peradilan)," ungkapnya.

Budi berharap Jaksa Agung objektif dalam menegakan dan menyikapi kasus korupsi Bus Transjakarta. Ia pun meminta keadilan agar terhadap tersangka lainnya, mulai dari vendor-vendor dan PT pemenang lelang untuk ditahan. Pasalnya, kedudukan di mata hukum yang sama.

Budi menambahkan secara yuridis, kasus busway sudah terdapat audit dari BPK Provinsi dan BPK RI tentang laporan penerimaan dengan tujuan tertentu atas dinas perhubungan. Serta tahun 2012, triwulan 2013 tertanggal Januari 2014.

Selain itu, sudah menyerahkan bukti-bukti ke kejaksaan agung selaku kepala dinas membuat laporan berkala ke gubernur berjumlah 9 berkas. "Dari situ tidak ada kerugian serta tidak ada (kerugian) berdasarkan pemeriksaan," katanya.

Menurutnya, terdapat perbedaan hukum yang mendasar antara Kejagung dan pihaknya. Pasalnya, Kejagung melihat dari BPKP, sementara pihaknya merujuk ke BPK RI yang tidak ada kerugian.

Ia menuturkan berdasarkan UU BPK RI No 15 Tahun 2006 tentang kewenangan yang memeriksa (laporan) adalah BPK RI. Sehingga, ia menilai kejaksaan harus meninjau surat kejaksaan Agung sendiri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement