REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I Bidang Pertahanan DPR RI, Susaningtyas Kertopati Nefo (Nuning) mengatakan bentrok antara TNI dan Polri di Batam, Kepulauan Riau bukan baru pertama terjadi.
Bentrok kedua institusi sudah berulang kali terjadi lantaran ketimpangan kesejahteraan prajurit di lapangan. "Jadi urusan kesejahteraan dan hal-hal yang terkait harusnya terkondisi sesuai matra tidak overlaping," kata Nuning saat dihubungi Republika, Selasa (23/9).
Nuning meminta bisnis ilegal yang melibatkan personel TNI dan Polri diselesaikan secara hukum. Sebab bisnis ilegal dapat menimbulkan kecemburuan antarinstitusi yang berujung konflik. "Semua lini harus dibenahi sehingga korupsi baik di TNI maupun polri tidak terjadi," ujar Nuning.
Politikus Partai Hanura ini mengatakan bentrok TNI dan Polri jangan dianggap dienteng. Kedua pucuk pimpinan yakni Panglima TNI dan Kapolri perlu mencari solusi terbaik guna mencegah terulangnya persoalan. "Ini masalah akar rumput di matra mereka jangan anggap enteng lho bisa jadi besar," kata Nuning.
Nuning juga meminta Kapolri menindak tegas oknum prajuritnya yang menembak prajurit TNI. Ia berharap ke depan ada kebijakan di bawah yang mengatur wilayah kerja masing-masing personil secara komprehensif. "Jadi jelas dan tidak timbulkan tarik menari," ujarnya.
Ahad (21/9) malam bentrok terjadi antara oknum anggota TNI dan Polri terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Bentrokan berawal saat anggota Ditkrimsus dan Gegana Brimob Polda Kepulauan Riau menggerbek gudang penimbunan solar illegal yang diduga milik PT. Bintang Abadi Sukses, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Sagulung, Batam. Jaraknya hanya kurang lebih 500 meter dari Markas Brimob.
Namun saat polisi hendak menangkap pemilik gundang, Noldy terjadi kesalah pahaman antara petugas Polri dengan anggota TNI Yonif 143 Tuah Sakti. Akibatnya ada empat anggota TNI mengalami luka tembak di bagian kaki.