Kamis 25 Sep 2014 05:35 WIB

Setoran Lancar, Tukang Parkir Heran tak Sampai ke Pemda

Rep: C92/ Red: Julkifli Marbun
Tukang parkir (ilustrasi)
Foto: Antara
Tukang parkir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemasangan parkir meter diujicoba pekan depan kabarnya dilakukan untuk menghindari praktik setoran preman yang marak di area-area parkir di Jakarta. Namun, tukang parkir di kawasan Jl. KH Agus Salim atau biasa disebut Jl. Sabang mengatakan tidak ada setoran baik ke preman maupun polisi di area tersebut,

"Di sini tidak ada preman. Murni masuk kas negara," kata Untung, salah satu juru parkir di Jl. Sabang, Jakarta Pusat. 

 

Menurut dia, para juru parkir di Jl. Sabang selalu menyetor kepada petugas Pemda yang datang setiap hari. Para juru parkir tidak pernah mangkir membayarkan setoran, kecuali kondisi tertentu seperti banjir atau musibah yang lain.

Apabila ada setoran yang ngadat sampai ke Pemda, ia mengatakan pihak penarik setoranlah yang kemungkinan tidak beres. "Kalau yang disetorin nggak beres nggak tahu," kata dia.

Ia mengatakan, permasalahan di Jl. Sabang sebenarnya bukan soal kemacetan. Kemacetan di Jl. Sabang ia nilai sebagai hal yang wajar, mengingat area ini adalah salah satu kawasan kuliner terkenal di Jakarta.

"Jadi kadang pedagang kaki lima juga berperan," kata dia.

Ia menganggap sistem parkir meter bagus diterapkan di Jl. Sabang. Pasalnya, dengan sistem parkir biasa, ia tidak selalu mendapat uang. Orang sering menganggap juru parkir memiliki banyak pendapatan. Padahal, kata dia, orang biasanya memarkir kendaraan mereka cukup lama. Selama 2-3 jam misalnya, terkadang ia hanya diberi uang sebesar tiga ribu rupiah.

"Kadang cuma dikasih seribu," kata dia.

Dengan sistem parkir meter biaya parkir akan ditentukan per jam dan tercatat secara otomatis oleh mesin. Karena itu, menurut Untung orang tidak akan dapat mengelak.

Ia berharap nantinya akan dibutuhkan banyak tukang parkir di Jl. Sabang, mengingat 1 mesin akan digunakan untuk 10-15 mobil. Dengan begitu, ia dapat tetap mendapatkan pekerjaan. Namun, jika ia tidak direkrut menjadi petugas parkir meter, ia mengaku tidak masalah. "Saya masih bisa kerja yang lain, jadi tukang ojek misalnya," kata dia.

Pengakuan senada juga disampaikan Iwan. Ia mengaku hanya menggantikan orangtuanya ketika sedang lelah. Ia juga mengatakan, masalah di Jalan Sabang bukan soal kemacetan.

"Denger-denger katanya gara-gara korupsi atasannya. Kalau orangg lapangan sih ga masalah. yang jadi masalah yang atasannya," kata pemuda 25 tahun ini. 

Ia mengaku ayahnya direkrut sebagai salah seorang petugas parkir meter karena telah memiliki kartu juru parkir. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan tentang sistem penggajian yang akan diterapkan.

"Katanya seratus ribu per hari, tapi kalau yang dua kali UMP saya nggak tahu," kata dia.

Jika benar Rp 100 ribu perhari, ia mengaku bingung bagaimana akan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pasalnya, ia yang tinggal di Serang menghabiskan sekitar Rp 60 ribu per hari untuk transportasi. Belum lagi jika ia tinggal di Jakarta, ia harus memikirkan biaya sewa tempat tinggal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement