REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Di Melbourne, sepakbola ala Australia, dikenal dengan istilah Aussie rules football atau footy, sudah dianggap bagian dari kehidupan warga. Tak terkecuali bagi Nasya Bahfen, asal Indonesia yang juga aktif mempromosikan footy kepada komunitas Indonesia dan Muslim di negara bagian Victoria.
Nasya Bahfen, yang lahir di Jakarta pindah ke Melbourne, Australia, bersama keluarganya di tahun 1980. "Pada awalnya kita melihat olahraga footy ini sebagai sesuatu yang aneh, football tapi bukan soccer, peraturannya sangat berbeda. Tidak ada offside, tapi bisa tackle lawan," ujar Nasya, belum lama ini.
"Saya pertama kali diajak menonton pertandingan footy saat mengikuti pertukaran pelajar ke kota Adelaide. Salah satu pelajar disana mengajak saya nonton footy. Cukup ironis juga pada awalnya, karena footy ini kan berasal dari Melbourne, tapi saya baru nonton di Adelaide," kenangnya.
Tetapi setelah semakin sering menonton, Nasya mengaku kalau permainan ini sangat asyik untuk dinikmati.
Menurut Nasya yang kini menjadi dosen senior di Monash University untuk bidang media, film, dan jurnalistik, footy memiliki peranan penting dalam aspek sosial di Melbourne.
"Menurut saya bagi mereka yang belajar atau pindah ke Australia, sangatlah penting memilih satu tim footy untuk kemudian diikuti. Karena biasanya topik ini yang dibicarakan di kantor, kampus, juga saat berkenalan dengan orang lain," jelas Nasya. "Footy di Melbourne itu sudah seperti agama bagi mereka yang menyukainya."
Tetapi Nasya mengatakan kecintaannya pada footy bukan karena ikut-ikutan, tetapi melihat kenyataan kekuatan footy dalam menyatukan orang dan bersosialisasi.
Sejak tahun 2003, Australian Football League (AFL), federasi olahraga yang membawahi footy membuat program multikultur lewat footy. Salah satu kegiatannya adalah dengan mengangkat sejumlah ambasador atau perwakilan yang mempromosikan footy kepada sejumlah komunitas.
Nasya pun memilih untuk mengikuti program ini.
"Para ambasador memiliki latar belakang yang berbeda, mereka bisa berbicara dengan beragam bahasa, tugas saya adalah mempromosikan footy kepada komunitas Indonesia dan Muslim," ungkap Nasya kepada Erwin Renaldi dari ABC International.
Menurut Nasya mempromosikan footy ke komunitas Indonesia dan Muslim memang agak sulit.
"Sebenarnya kalau kita melihat cara bermain dan kultur footy memang sulit, tapi AFL sangat membantu, misalnya sejumlah peraturannya sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia," jelas Nasya.
"Juga untuk beberapa stadion footy seperti di Etihad Stadium dan Melbourne Cricket Ground (MCG) sudah menyediakan tempat shalat bagi komunitas Muslim. Juga ada dry area, dimana minuman keras tidak boleh dibeli dan diperjualbelikan."
Nasya melihat AFL telah memperhatikan keinginan dan kebutuhan komunitas dan tentunya upaya ini sangat membantu untuk mempromosikan footy kepada komunitas yang berbeda.
Di tahun 2014, lewat kegigihannya mempromosikan footy, Nasya menyabet penghargaan Victoria Multicultural Ambassador of The Year.
Ditanya soal jagoannya, Nasya mengaku sebagai pengikut setia tim North Melbourne Kangaroos.
"North Melbourne ini tim yang sangat baik, bukan hanya dalam pertandingan, tetapi program yang membantu anak-anak pengungsi yang tinggal di Melbourne utara.
Hari Sabtu (27/9) adalah hari besar bagi kegiatan footy d Australia dimana dilangsungkan grand final antara klub Melbourne lainnya, Hawthorn yang merupakan juara bertahan melawan Sydney Swans.
Nasya sendiri tidak bisa menikmati pertandingan final ini di Australia karena dia sekarang sedang menunaikan ibadah haji.
"Ya tidak apa-apa tidak bisa menonton final footy tahun ini. Ibadah haji lebih penting." katanya lagi.