REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mengirimkan satu tim khusus untuk membantu Polda Metro Jaya dalam menangkap anggota Front Pembela Islam (FPI) yang terlibat kerusuhan saat demo menolak Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta di DPRD DKI Jakarta, pada Jumat (3/10) pekan lalu.
"Ini menunjukkan kesungguhan polisi dalam menegakkan hukum," kata Kabareskrim Polri, Komjen Suhardi Alius di Jakarta, Rabu (8/10).
Suhardi menegaskan, mengungkapkan pendapat tidak dilarang karena hal tersebut dijamin undang-undang. Namun jika sampai melakukan tindak kekerasan, maka pihak kepolisian akan menindak tegas. Selain itu bantuan untuk Polda Metro Jaya dalam menangkap DPO anggota FPI merupakan perintah dari Kapolri Jenderal Sutarman.
"Dan itu saya kerjakan sekarang," ujarnya.
Saat ditanya soal rencana pembubaran FPI, Kabareskrim mengatakan hal itu bukan domain tugasnya. Sebab, masalah organisasi masyarakat (ormas) bukan tanggung jawab Polri. Melainkan Polri bertanggung jawab dalam penegakan hukum.
"Tolong bedakan masalah penegakan hukum dengan eksistensi ormas tersebut, itu bukan domain tugas kami, kami tidak mau melanggah di luar itu," jelasnya.
Sejauh ini, pihaknya melakukan evaluasi dan memberikan masukan serta menyampaikan data-data lengkap soal FPI kepada Kapolri. Namun, Kabareskrim juga geram terhadap tindakan vandalisme para anggota FPI yang sering merusak fasilitas umum.
"Peneriakan atas nama agama tapi merusak barang milik negara dengan menggunakan uang rakyat dari pajak berarti rakyat yang harus ganti rugi," ujarnya.
Pihaknya mengajak masyarakat dan media untuk bersama-sama mengusut kasus tersebut. Polri, lanjutnya, butuh bantuan masyarakat untuk menindak orang yang masuk daftar DPO. Sebab, Polri tidak bisa menyelesaikan sendirian.