REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyidangkan sembilan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, pada Senin (13/10). Namun MK dinilai tidak bisa menerima permohonan tersebut.
"Menurut saya tidak bisa (diterima), karena UU-nya (UU Pilkada) sendiri sudah tidak ada. Jadi kehilangan objek, karena objeknya dihapus Perppu," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, saat dihubungi, Jumat (10/10).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undnag-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2014 tentang pilkada langsung, menurutnya otomatis telah mencabut UU nomor 22/2014. Artinya, UU yang saat ini diajukan permohonan peninjauan kembali oleh beberapa kelompok ke MK sudah tidak ada.
Hanya saja, dia melanjutkan, MK tidak boleh menolak permohonan peninjauan kembali yang masuk. MK tetap harus memproses permohonan tersebut. Dalam kajian hukum, gugatan UU Pilkada bersifat obscure libel atau kabur.
"Cuma nanti vonis MK itu kira-kira berupa pernyataan permohonan tidak dapat diterima. Karena objeknya tidak ada, dulu saya sering memutus begitu, diterima dulu lalu nanti dijawab dengan vonis resmi," jelasnya.
MK sudah menjadwalkan sidang pada Senin, 13 Oktober 2014 terkait pemohonan pengujian UU 12/2014 yang diajukan sembilan pemohon. Dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Selain itu, MK hari ini juga menerima permohonan menjadi pihak terkait atas gugatan peninjauan UU Pilkada dari kader Partai Gerindra, Habiburokhman.
"Kami mengajukan permohonan sebagai pihak terkait. Menurut kami, tidak ada yang bertentangan antara UU Pilkada dengan UUD 1945, Pilkada di DPRD sesuai dengan konstitusi," kata Habiburokhman di Gedung MK.
Dia menyertakan argumen menguatkan pilkada di DPRD berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Juni 2014. Yang menunjukkan mahalnya pelaksanaan pilkada langsung dan kaitannya dengan perilaku korupsi.
UU 12/2014 disahkan DPR pada 26 September 2014 setelah melewati pembahasan panjang antara DPR dan pemerintah selama tiga tahun. Namun reaksi penolakan terhadap pilkada tidak langsung yang diatur UU tersebut memicu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap.
Pada 2 Oktober, SBY mengeluarkan Perppu nomor 1/2014 dan menyatakan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dilakukan secara langsung dengan beberapa perbaikan mekanisme.