REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR mengaku tengah melakukan penyusunan draf revisi Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada). Setidaknya ada tiga poin utama yang akan direvisi dalam undang-undang tersebut.
"Satu adalah penyesuaian norma berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Karena itulah kita masukkan ke dalam kumulatif terbuka dan tidak perlu masuk dalam Prolegnas, sebagaimana yang sering kita lakukan," ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dalam rapat pleno pembacaan naskah akademik revisi UU Pilkada, Selasa (24/10/2023).
Kedua, akan merevisi pasal terkait jadwal pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak. Dari awalnya akan digelar pada November, jika revisi tersebut disahkan menjadi undang-undang, pilkada akan dilaksanakan pada September.
"Ketiga adalah menyangkut soal pelantikan secara serentak dengan berbagai macam konsekuensinya," ujar Supratman.
"Ini di rancangan ini pelantikan anggota DPRD di bulan November. Kemudian untuk pelantikan bupati, gubernur, dan seterusnya di bulan Januari 2025, dengan segala macam konsekuensinya," ujar politikus Partai Gerindra itu menambahkan.
Adapun dalam naskah akademik yang dibacakan tenaga ahli dari Baleg, setidaknya ada tiga pertimbangan yang membuat DPR memilih untuk merevisi UU Pilkada. Padahal awalnya, percepatan pelaksanaan Pilkada 2024 akan diatur lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Pertimbangan pertama adalah bawah seluruh kepala daerah definitif akan berakhir masa jabatannya pada 31 Desember 2024. Kondisi tersebut membuat seluruh daerah tak memiliki kepala daerah definitif pada Januari 2025.
"Dapat berdampak pada melemahnya sistem tata kelola pemerintahan daerah yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan politik. Mengingat kepala daerah yang bukan definitif memiliki keterbatasan kewenangan," ujar tenaga ahli Baleg Widodo membacakan naskah akademik revisi UU Pilkada.
Pertimbangan kedua, dalam rangka sinkronisasi dan penyelarasan hubungan dan tata kelola pemerintahan antara kepala daerah dengan DPRD. Termasuk sinkronisasi dan penyelarasan rencana pembangunan jangka menengah nasional dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah.
Ketiga, adanya pertimbangan kebutuhan hukum di masyarakat atas beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Karena tiga pertimbangan tersebut, diperlukan revisi UU Pilkada yang akan menjadi perubahan yang keempat.