REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kepala Kepolisian Daerah Riau Brigjen Pol Dolly Bambang Hermawan menilai vonis pengadilan terhadap pembakar lahan di wilayah hukumnya terlalu rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera.
"Vonis jadi perhatian kita karena rata-rata hanya berkisar tiga bulan penjara. Hanya sedikit hukuman yang paling tinggi lima bulan," kata Dolly dalam jumpa pers di Mapolda Riau, Pekanbaru, Senin.
Menurut dia, hasil penegakan hukum di pengadilan sangat kontras dengan dampak polusi asap akibat pembakaran lahan terhadap manusia dan aktivitas ekonomi.
"Padahal orang banyak yang sakit, penerbangan sampai terganggu," ujarnya.
Keprihatinan terhadap rendahnya vonis juga disampaikan Dolly terkait kasus PT Adei Plantation and Industry di Kabupaten Pelalawan, Riau. Sebabnya, Hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Kerinci hanya menjatuhkan hukuman kepada petinggi perusahaan asal Malaysia itu satu tahun penjara, dan jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta lima tahun penjara.
Meski mengaku prihatin terhadap rendahnya vonis pengadilan, Dolly mengatakan Polri tidak bisa mengintervensi putusan hukum yang sudah ditetapkan.
"Memang hukuman itu diharapkan ada efek jera. Polisi juga sama dengan wartawan, yang menginginkan supaya pelaku dihukum seberat-beratnya. Tapi tentu ini domainnya berbeda, kita selaku penyidik tak bisa paksakan kehendak karena itulah sistem hukum kita ada penuntut dan pemutus. Semua bekerja profesional, saya yakin," kata Dolly.