REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai melakukan kajian kelayakan pemungutan dan penghitungan suara untuk pilkada serentak 2015. Targetnya, kajian kelayakan sekaligus uji coba bisa dituntaskan selama tiga bulan ke depan.
Sehingga bisa diputuskan secepatnya penggunaaan sistem teknologi informasi pada pilkada 2015.
"Kami mulai bentuk tim yang bertugas untuk melakukan kajian feasibility (kelayakan). Kami hitung kelebihan dan kekurangan dan mana opsi yang lebih tepat, lalu baru kami lakukan uji coba," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, Rabu (22/10).
KPU melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), tim dari beberapa universitas yang unggul di bidang teknologi informasi, para ahli dan pakar teknologi informasi, dan pemantau pemilu untuk melakukan kajian. Variasi teknologi yang mungkin digunakan, akan dibahas bersama.
Sehingga diputuskan opsi paling realistis untuk dilanjutkan dengan uji coba. Meski BPPT telah memiliki kajian dan uji coba sendiri masih perlu dilakukan pendalaman.
Lantaran uji coba yang dilakukan BPPT baru pada tingkatan pemilihan kepala desa dan kepala dusun. Teknologi informasi hanya mencakup wilayah relatif kecil dan pemilih yang jumlahnya tidak begitu besar.
Sedangkan, penggunaan teknologi informasi pada pilkada mencakup wilayah yang luas. Dengan jumlah pemilih yang jauh lebih besar. "Kita perlu uji coba komprehensif. Setelah uji coba baru kita develop lagi," ungkapnya.
Menurutnya, jika hasil uji coba menunjukkan hanya memungkinkan pelaksanaan penghitungan elektronik, bukan berarti kemungkinan penggunaan e-voting akan ditutup. Upaya pengembangan pelaksanaan e-voting tetap akan dilakukan melalui uji coba di daerah yang memang sudah siap.
"Jadi nanti mungkin ada beberaa daerah yang dijadikan pilot project dulu. Sambil dikembangkan sampai pilkada serentak nasional," ujar dia.
Hadar menjelaskan, kajian kelayakan harus dilakukan secepat mungkin. Mengingat tahapan KPU dan Bawaslu telah sepakat untuk segera menindaklanjuti Perppu Nomor 1/2014 tentang pelaksanaan pilkada langsung.
Pilihan sistem pemungutan dan penghitungan suara yang akan digunakan akan mempengaruhi besar anggaran yang dikucurkan untuk pilkada.
KPU, lanjut dia, sebenarnya disulitkan dengan waktu dikeluarkannya perppu dan pilkada. Perppu 1/2014 keluar pada saat proses penganggaran di KPU pusat sudah berakhir. Begitu pula dengan penganggaran RAPBD di daerah-daerah yang harus menggelar pilkada 2015.
"Padahal dalam perppu disebutkan pilkada menjadi tanggung jawab bersama KPU pusat dan daerah. Untuk melakukan uji coba dan evaluasi penggunaan teknologi informasi juga dibutuhkan biaya tidak sedikit," ujarnya.