REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi PKB, Anna Mu'awanah mengatakan pengumuman arsitektur kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pengumuman kabinet tidak boleh tersandera hanya karena DPR belum bisa membahas surat presiden tentang pengubahan nomenklatur kementerian dan arsitektur kabinet.
"Tidak ada kaitannya dengan alat kelengkapan dan komisi. Presiden bisa jalan tanpa pertimbangan DPR," kata Anna usai rapat konsultasi pimpinan DPR dan pimpinan fraksi membahas surat presiden tentang pengubahan nomenklatur kementerian dan arsitektur kabinet di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (23/10).
Anna mengatakan UU Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara hanya mengharuskan presiden meminta pertimbangan DPR apabila ingin mengubah nomklatur kementerian dan arsitektur kabinet. Itu artinya, kata Anna, tidak ada kewajiban bagi presiden untuk meminta persetujuan DPR.
"DPR hanya memberi pertimbangan," ujarnya.
Anna mengatakan DPR memiliki waktu tujuh hari membahas dan membalas surat presiden. Jika dalam waktu tersebut DPR tidak juga memberi balasan, presiden bisa mengumumkan kabinet.
"Aturannya kan tujuh hari setelah surat dikirim. Kalau sudah lewat tujuh hari presiden bisa jalan," katanya.
Mengacu pada UU Nomor 39/2008 Pasal 19 ayat (1) disebutkan perubahan atau penggabungan kementerian mesti melalui persetujuan DPR. Berikut penjelasan yang tertera dalam UU dimaksud:
Dalam Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 39/2008 itu mengatakan; perubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR.
Pasal 19 ayat (2); pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan DPR paling lama tujuh hari kerja sejak surat Presiden diterima oleh DPR.
Pasal 19 ayat (3); apabila dalam waktu tujuh hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) DPR belum menyampaikan pertimbangannya, DPR dianggap sudah memberikan pertimbangan.