REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara pada Selasa (4/11) menolak melakukan dialog dengan Amerika Serikat tentang program nuklir dan catatan hak asasi manusia dengan mengatakan Washington sedang berusaha merusak sistem mereka.
Korut "tidak akan pernah melakukan dialog mengenai hak asasi manusia atau nuklir dengan musuh yang ingin menggulingkannya", kata seorang juru bicara kementerian luar negeri melalui kantor berita resmi Korean Central News Agency (KCNA).
Menurut pernyataan tersebut gagasan denuklirisasi semenanjung Korea menjadi "sama sekali tidak berarti" karena kebijakan AS yang berusaha menjatuhkan Korut dan sistem sosial melalui masalah hak asasi manusia.
"Terbukti sendiri bahwa satu pihak tidak dapat membicarakan perlucutan senjata sepihaknya dengan seterunya yang ingin menjatuhkannya dengan segala cara," kata juru bicara itu.
Korut pada waktu lalu telah menyampaikan keinginannya untuk memulai kembali perundingan enam negara dengan AS dan negara-negara lain tentang program nuklirnya, tetapi Washington dan Seoul mendesak Pyongyang harus terlebih dulu menunjukkan komitmen nyatanya pada denuklirisasi.
Perundingan "denuklirisasi dengan imbalan bantuan" yang melibatkan dua Korea, Cina, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang macet sejak 2009.
Baru-baru ini Korut meningkatkan upaya diplomatik bertujuan mementahkan satu resolusi PBB yang diusulkan untuk membawa negara itu ke Pengadilan Pidana Internasional bagi kemungkinan hukuman.
Satu rancangan resolusi akan segera diajukan oleh Uni Eropa dan Jepang ke Majelis Umum PBB diperkirakan mengecam keras pelanggaran hak asai manusia di Korut berdasarkan temuan-remuan satu laporan PBB.
Laporan Maret itu merinci kasus-kasus "pemusnahan, pembunuhan, perbudakan, penyiksaan, pemenjaraan, perkosaan, aborsi secara paksa dan kejahatan seksual lainnya".
Pada masa lalu pemerintah totaliter itu menolak membicarakan masalah-masalah hak asasi manusia. Tetapi dalam pekan-pekan belakangan ini pihaknya memberikan penjelasan kepada PBB, dalam satu usaha menangkis kecaman internasional yang meningkat.
Pekan lalu para pejabat Korut melakukan pertemuan dengan Marzuki Darusman, pertama negara itu dalam 10 tahun berunding dengan seorang penyelidik hak asasi manusia PBB. Mereka juga siap menerima kunjungan para utusan PBB.