REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Oang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak kepada Kapolri untuk memerintahkan anggota Polri agar melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan memperhatikan instrumen hukum dan HAM yang berlaku.
Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, seharusnya anggota Polri melaksanakan peraturan Kapolri tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian. "Ada juga peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan pidana," kata Haris, Selasa (4/11).
Selaun itu, Kontras juga meminta Kapolri menindak tegas anggota polri yang terbukti melakukan penyiksaan dan ancaman kekerasan. "Termasuk yang terbukti melakukan rekayasa proses hukum yang tengah berjalan," katanya.
Haris menilai polisi banyak melakukan rekayasa kasus untuk memenuhui target kasus yang ditetapkan sebelumnya. "Karena tidak mampu menylesaikan kasus yang dianggap berat, polisi sering merekayasa kasus," katanya.
Haris juga meminta Kapolri agar memastikan bahwa anggota Polri yang terbukti melanggar tersebut tidak hanya diproses secara etik, tetapi juga dengan proses pidana yang terbuka dan dapat diakses oleh publik.
Sebab, jika terbukti apa yang dilakukan itu merupakan pelanggaran hukum berat. Seperti pelanggaraan terhadap HAM adalah pelanggaran terhadap UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
"Dalam undang-undang tersebut disebutkan kalau Polri sebagai aparat negara berperan besar dalam mewujudkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap setiap warga negara dengan menjunjung tinggi HAM," jelasnya.
Terakir, Kontras meminta agar Polri mampu menghadapi tantangan terhadap situasi Indonesia ke depan secara profesional. "Selain itu, harus akuntabel serta tetap mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia," kata Haris.