REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi muktamar Surabaya, Romahurmuziy (Romy) menanggapi dingin saran sesepuh PPP KH Maimoen Zubair (Mbah Moen). Romy tetap bersikukuh dan mengklaim Mbah Moen mengakui kepengurusan di bawah kepemimpinannya.
"Mbah Moen memerintahkan, seluruh kader PPP selama masih menjadi WNI yang baik mesti pahami asas legalitas dan formalitas, per tgl 28 Oktober, tidak ada dualisme PPP," katanya melalui pesan singkat kepada //Republika//, Rabu (5/11).
Padahal, dalam sebuah kesempatan di Kudus, Jawa Tengah, Mbah Moen menyatakan akan mendukung kepengurusan siapapun yang disahkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, keputusan PTUN akan berkekuatan hukum tetap dan mendapat legitimasi yang sah dari negara.
Mbah Moen menilai, gugatan di PTUN menjadi jalur penyelesaian yang memang harus ditempuh untuk menentukan kepengurusan yang sah. Pengasuh Pondok Pesanten Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah ini meminta semua pihak menghormati putusan PTUN nantinya.
Terkait dengan upaya islah oleh Majelis Syariah PPP yang belum membuahkan hasil, Mbah Moen mengaku saat ini ia sudah tidak dalam kapasitas sebagai ketua majelis syariah PPP. Tetapi, ia mengimbau, kubu Romy dan kubu Djan Faridz untuk berdamai.
Nasib PPP akibat dualisme kepengurusan saat ini berada di tangan PTUN. Kubu ketua umum versi muktamar Jakarta, Djan Faridz, siap menerima apapun hasil yang akan diputuskan PTUN nantinya.
Politisi PPP kubu Djan Faridz, Epyardi Asda, mengatakan, siapapun harus taat terhadap keputusan dari lembaga hukum yang ada. Apapun yang diputuskan PTUN berarti mempunyai kekuatan hukum tetap dan harus dipatuhi semua pihak.
Setelah putusan PTUN keluar, kata dia, islah harus segera diwujudkan. "Iya harus (islah), kalau sudah diputuskan pengadilan kita harus loyal dan menerimanya dengan //legowo//," katanya.