REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebagian masyarakat mendesak agar Pasal 27 ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) dihapus atau setidaknya para pelaku bullying atau penghinaan untuk dimaafkan, dibebaskan dan laporan terhadap mereka dicabut.
Konteksnya dengan banyak ditemukan kasus-kasus pelaporan penghinaan terhadap personal usai pilpres.
“Menurut saya, penghapusan Pasal 27 ayat (3) tidak tepat karena pasal tersebut melindungi hak atas reputasi seluruh warga negara,” papar anggota Komisi III DPR RI S. Dasco Ahmad, Ahad (9/11).
Dasco menilik, hak atas reputasi sebagaimana juga hak atas kemerdekaan berekspresi adalah hak yang amat penting.
Keberadaannya pun mendapatkan perlindungan dari hukum internasional terutama dalam Pasal 12 Deklarasi Universal HAM dan juga Pasal 17 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
Konstitusi Indonesia juga menjamin perlindungan hak atas reputasi ini mendasarkan pada Pasal 28 G Dua kali pengujian pasal tersebut di MK pun sudah kandas.
“Ide untuk memafkan dan membebaskan pelaku adalah ide yang sebenarnya sangat masuk akal karena kedua kubu yang kemarin berseteru sudah mengarah kepada rekonsiliasi. Bahkan Prabowo sudah menghadiri pelantikan Jokowi sebagai Presiden,” ujar Dasco.
Masalahnya, saat ini adalah penyelesaian kasus tersebut tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Pasal 27 ayat (3) UU ITE bukanlah delik aduan yang bisa dihentikan pengusutannya kalau pelapor sudah memaafkan pelaku dan mencabut laporannya.
“Agar masalah seperti tiga kasus tersebut dapat diselesaikan dengan elegan dan tidak terulang kembali di masa yang akan datang, sebaiknya Pasal 27 ayat (3) secara tegas dikategorikan sebagai delik aduan,” saran Dasco.
Harus ada pihak yang meminta pengkategorian tersebut dengan mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi.
Dikategorikannya Pasal 27 ayat (3) sebagai delik aduan sangatlah tepat karena hak atas reputasi merupakakan hak absolut seseorang yang penerapannya juga merupakan hak absolut yang bersangkutan.