REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Keteguhan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tak membuka nama-nama menteri yang ditandai merah ataupun kuning dinilai mengarah pada pelanggaran azas praduga tak bersalah.
“Cara Presiden Jokowi bekerja sama dengan KPK dalam menentukan calon menteri bermasalah merupakan terobosan yang juga oleh Buya Syafii Maarif dipandang cerdik. Namun, dari sisi etika pemerintahan, kerja sama mereka kurang tepat dan cenderung melanggar azas praduga tak bersalah,” papar Guru Besar Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita, Selasa (11/11).
Merujuk pada pertimbangan tersebut, ia meminta KPK agar segera menuntaskan sosialisasi para calon menteri yang diberi tanda bermasalah tadi pada masyarakat. Hal tersebut, sambung Romli, agar terhindar dari potensi pelanggaran terhadap ketentuan UUD 1945.
"Jika KPK tak bergeming dan tetap tak menuntaskan langkah hukum dimaksud, maka dikhawatirkan KPK melanggar konstitusi dan UU HAM," kata Romli.
Jika hal tersebut terjadi, sambung Romli, maka semua pihak yang terlibat dalan pelanggaran tersebut dapat dipandang sebagai perbuatan penyertaan dalam Pasal 55 KUHP menyuruh melakukan pembantuan atau penganjuran.
"Selain dari hal tersebut, saya tetap teguh pada pandangan saya bahwa karakter hukum yang benar adalah mengharamkan prinsip tujuan menghalalkan cara dalam setiap pengambilan kebijakan apapun," jelasnya.