Rabu 12 Nov 2014 19:53 WIB

DPR Akan Panggil Pemerintah Soal Dana 'Kartu Sakti' Jokowi

Rep: Andi Nurroni/ Red: Bayu Hermawan
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPR akan memanggil pemerintah untuk meminta penjelasan sejumlah program, terutama peluncuran tiga "kartu sakti" oleh Presiden Joko Widodo.

Ketua DPR Setya Novanto menyampaikan, sampai saat ini, pemerintah sama sekali belum mendapatkan jawaban soal pos anggaran yang digunakan pemerintah dalam program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

"Kita akan mengundang kementerian yang ada, terutama menko-menko. Pimpinan DPR akan menggundang bebrapa menko untuk menjelaskan program-program yang ada, agar komisi-komisi yang mulai bekerja juga bisa menyesuaikan," ujar Novanto, dijumpai dalam kegiatan evaluasi program MNDGs di Surabaya, Rabu (12/11).

Menurutnya konsep penerbitan bantuan untuk rakyat melalui "kartu sakti" sebenarnya sudah diawali sejak pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), seperti dalam JKN-BPJS atau BLSM. Hanya saja, pada era Presiden Jokowi, menurut Novanto, belum ada penjelasan soal pos dana yang digunakan.

"Apabila penggunaan dana yang berkaitan sudah disetujui oleh DPR sebelumnya, tentu tidak masalah untuk dilaksanakan. Tetapi jika berimplikasi dengan penggunaan uang negara di luar itu, harus dikaji DPR," katanya.

Politikus Partai Golkar itu menambahkan, penerbitan ejumlah bantuan yang berbarengan dengan rencana penaikan harga BBM tersbut harus tepat sasaran.

"Yang penting untuk kepentingan rakyat miskin. Jika system yang lama kurang baik, harus diubah dengan sistim terbaik, jangan sampai rakyat yang paling miskin tidak menerima," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement