REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Merah Putih (KMP) menolak permintaan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) merevisi sejumlah pasal di Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) yang memangkas kewenangan DPR.
Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon mengatakan DPR memiliki hak mengoreksi pemerintah seperti diamanatkan dalam UUD 1945. Karena itu, ia beranggapan tidak mungkin hak yang melekat pada dewan seperti hak bertanya, hak interplasi, dan hak angket dipreteli.
"Kami tidak mau ada pengubahan yang mengoreksi sikap atau hak DPR terhadap pemerintah," katanya, Kamis (13/11).
KMP tidak mau kompromi dengan KIH soal hak-hak kedewanan. Fadli bahkan mengatakan lebih baik tidak ada revisi UU MD3 daripada mesti menghilangkan hak dewan.
"Hak DPR itu tidak bisa diutak-atik," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jendral DPP PDIP, Achmad Basarah mengatakan KIH pasal-pasal dalam UU MD3 yang tidak mencerminkan semangat presidensiil direvisi. Ada dua pasal di UU MD3 yang menurut KIH bertentangan dengan semangat sistem presidensiil: Pasal 74 dan Pasal 98 ayat 5,6,7.
Dua pasal tersebut mewajibkan pejabat pemerintah menjalankan keputusan rapat komisi maupun akd lain. Jika tidak maka anggota dewan bisa mengajukan hak interplasi, tanya, bahkan permohonan ke presiden mengganti pejabat tersebut.
"Aturan itu seolah-olah DPR mendikte pemerintah. Buat apa islah kalau DPR posisinya tidak equal dengan pemerintah," ujarnya.
Basarah mengatakan KIH baru akan mengajukan nama-nama anggota komisi begitu pengubahan Pasal 74 dan 98 dilakukan. Untuk itu, KIH baru akan menyerahkan nama anggota di Badan Legislasi (baleg) agar revisi undang-undang bisa lebih dulu dilakukan.
"Baleg dulu selesaikan. Komisi-komisi lain dinyatakan status quo dulu," ujar Basarah.