Jumat 14 Nov 2014 16:36 WIB

Jokowi Dinilai Buat Kartu Sakti Secara Tergesa-gesa

Rep: Niken Paramita Wulandari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
  Warga menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) saat peluncuran kartu tersebut dan Kartu Indonesia Pintar di Kantor Pos Besar, Jakarta Pusat, Senin (3/11).  (Republika/ Yasin Habibi)
Warga menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) saat peluncuran kartu tersebut dan Kartu Indonesia Pintar di Kantor Pos Besar, Jakarta Pusat, Senin (3/11). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Segera setelah resmi dilantik menjadi presiden, Joko Widodo menghadirkan tiga kartu jaminan sosial, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Namun kehadiran tiga kartu sakti ini menurut pengamat sekaligus Ketua Program Studi Kesejahteraan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Dr. Nafsiah Arifuzzaman dinilai terlalu tergesa-gesa.

Menurutnya belum lagi ada sosialisasi, pemerintah sudah langsung meluncurkannya. Sehingga masyarakat kurang mendapatkan informasi yang jelas. Hak

Nafsiah menambahkan kehadiran kartu sakti Jokowi juga dianggap membingungkan. Kurangnya informasi tersebut membuat masyarakat bertanya-tanya bagaimana mekanisme penggunaan ketiganya dan apa perbedaan dengan kartu-kartu pendahulunya.

Untuk KIS misalnya, Nafsiah mempertanyakan perbedaan layanan kesehatan dengan program BPJS Kesehatan. Apakah setiap orang pemegang kartu BPJS Kesehatan juga menerima KIS.

"Presiden meluncurkan tiga kartu, kalau meluncurkan atau launching itu dimaknai sebagai sesuatu yang baru, brand baru. Masyarakat bertanya apa lagi ini?" katanya dalam dialog DPD Pro Kontra Kartu Sakti dan Jaminan Sosial di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/11).

Padahal menurutnya, dalam konteks pemenuhan kesejahteraan sosial, masyarakat seharusnya sudah menerima informasi soal hak, kewajiban, ruang lingkung, dan konsekuensi kepemilikan kartu. Dan terpenting masyarakat tidak hanya mengetahui informasi ini tapi juga teredukasi dengan adanya program kesehatan yang dibuat negara.

"Bukan hanya sosialisasi tapi edukasi. Setiap presiden baru ganti nama baru padahal framing-nya sebenarnya bagus," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement