Rabu 19 Nov 2014 14:00 WIB

'Ebola Belum Ada Vaksinnya'

Red: Agus Yulianto
Vaksin uji coba untuk Ebola.
Foto: AP
Vaksin uji coba untuk Ebola.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dunia kini terfokus pada wabah Ebola. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) PBB meningkatkan, status penyebaran wabah Ebola menjadi waspada, menyusul banyaknya kasus kematian di beberapa wilayah penyebaran virus, seperti Guinea, Sierra Leone, Liberia, dan negara-negara di kawasan Afrika Barat.

Sampai saat ini, belum ada vaksin/obat khusus yang dapat menyembuhkan virus Ebola. Penanganan pasien di ruang isolasi rumah sakit sifatnya hanya memberikan supporting theraphy.

“Tenaga kesehatan yang bertugas mesti memahami betul penanganan pasien akibat virus Ebola,” ujar Dr Tiana Milanda Msi Apt, dosen Fakultas Farmasi Unpad Unpad saat menjadi pembicara dalam diskusi ‘Unpad Merespons: Indonesia Waspada Ebola’ di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Rabu (19/11).

Selain menghadirkan Dr Tiana, diskusi ini juga menghadirkan Bachti Alisjahbana dr SpPD-KPTI PhD dosen Fakultas Kedokteran, dan Kusman Ibrahim SKp MNS PhD Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad, dengan dimoderatori oleh Gilang Yubiliana drg MKes dosen Fakultas Kedokteran Gigi Unpad.

Untuk itu, kata Tiana, standar operasional mesti dibakukan. Dia mencontohkan, penggunaan baju khusus, masker, sarung tangan dan kacamata saat akan kontak dengan pasien. “Hingga penyegeraan penanganan pasien dan pelatihan mengurus jenazah Ebola,” ujar dia.

Sementara Bachti Alisjahbana mengatakan, virus Ebola evektif melakukan penularan. Virus ini, mampu bertahan dan mengeluarkan virus dalam jumlah yang sangat banyak.

Kata dia, virus Ebola ditularkan melalui kontak langsung antara kulit terbuka dengan darah, kulit, dan cairan pasien. “Virus Ebola menyebabkan penyakit berat dengan tingkat fatalitas yang tinggi,” ujar Bachti.

Namun, penularan virus tidak akan terjadi jika orang yang terinfeksi virus belum memperlihatkan gejala penyakit Ebola. Seperti demam tinggi, nyeri otot, lemas, muntah, nyeri abdomen, delirium, hingga gejala Hemorrhagic.

“Transmisi virus Ebola melalui batuk/bersin belum juga terbukti. Sehingga, kita masih bisa kontak komunikasi dengan pasien dalam radius dekat selama tidak ada kontak langsung dengan pasien,” ujarnya.

Berkembang pesatnya penyebaran virus Ebola memiliki banyak penyebab. Kusman Ibrahim berpendapat, salah satu penyebab adalah kondisi sarana kesehatan yang terbatas. Selain itu, faktor budaya masyarakat pun disinyalir menjadi penyebab berkembangnya virus Ebola.

“Ada kepercayaan bahwa jika kata Ebola diucapkan, akan tambah menyebar. Mereka menuduh tenaga kesehatan menjadi penyebab berkembangnya Ebola karena sering digaungkan. Mereka pun lebih memilih berobat ke dukun daripada tenaga kesehatan. Ini yang parah,” tandas Kusman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement