REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Para peneliti Australia untuk pertama kalinya akan memiliki fasilitas 'kebun mayat ' serupa dengan yang ada di Amerika untuk mendukung kegiatan mereka mempelajari proses pembusukan mayat.
Fasilitas yang terjaga ketat itu akan dibangun di lahan milik Universitas Teknologi Sydney (UTS). Fasilitas itu dibangun dilokasi yang tidak diungkapkan di wilayah Hawkesbury di Sydney. Fasilitas ini akan menjadi yang pertama dibangun setelah fasilitas serupa di Amerika Serikat yang disebut dengan peternakan jasad yang telah digunakan selama berabad-abad.
Hingga kini, peneliti di Australia masih mengandalkan data dari peternakan tubuh manusia di AS. Pakar forensik mengatakan dengan adanya fasilitas ini, mereka akan bisa melakukan riset lokal untuk membantu penyelidikan polisi Australia.
Pembanginan proyek ini dipimpin oleh Professor Shari Forbes dari UTS yang mempelajari aroma membusuk tubuh manusia untuk membantu polisi melatih anjing pengendus mayat.
Dia mengatakan, data Amerika telah memberikan peneliti Australia gambaran bagaimana tubuh mengalami pembusukan sejalan dengan waktu. "Data itu berdasarkan penelitian mereka sehingga kami telah menyadari pentingnya lingkungan dalam hal memahami proses dekomposisi," katanya baru-baru ini.
Tapi Profesor Forbes mengatakan banyak data Amerika tidak relevan dengan iklim Australia. "Kita tidak bisa benar-benar meramalkan data dari Amerika, data itu tidak terlalu berguna bagi polisi dan layanan forensik di sini," katanya.
Banyak data Amerika tidak relevan bagi polisi Australia atau forensik
Professor Forbes juga menggunakan jasad babi untuk membantu risetnya, namun tetap saja menurutnya hasilnya tidak pasti tingkat keakuratannya.
"Pada saat ini, kami masih tidak yakin apakah babi merupakan model yang terbaik," katanya.
"Karenanya fasilitas ini akan sangat membantu dalam membuktikan atau sebaliknya membantah apakah babi memang bisa digunakan sebagai contoh dari pembusukan mayat,"
"Kami sangat beruntung dan berterima kasih kepada mereka yang mendonasikan tubuhnya untuk penelitian ilmiah yang diberikan kepada kami sebagai sumber yang tak ternilai sehingga bisa melakukan riset ini,'
Mayat-mayat yang disumbangkan kepada UTS akan ditempatkan di atas lahan tersebut, dan belasan peneliti, termasuk antropolog, arkeolog dan entomolog akan memiliki akses menggunakan fasilitas ini.
Dr Soren Blau, antropolog senior dari Institut Kedokteran Forensik Victoria mengatakan fasilitas ini akan sangat menantang pakar forensik dalam menentukan seberapa lama dekomposisi mayat berlangsung.
"Pertanyaan-pertanyaan semacam ini sangat sulit dijawab, karena ada banyak variabel yang terlibat didalamnya," katanya.
Menurutnya pembangunan fasilitas ini akan sangat berguna bagi berbagai peneliti yang mempelajari Taphonomi - ilmu yang mempelajari jenazah dari sejak kematian hingga ditemukan.
Kepala pakar forensik dari Kepolisian Victoria, Dr Bryan Found mengatakan penelitian di kebun mayat ini akan mempengaruhi cara mereka dalam mempelajari tempat kejadian perkara kriminal.
"Kontribusi penting bagi kita dari fasilitas ini akan berupa penyediaan wawasan yang lebih baik mengenai penuaan yang terjadi di kuburan tetapi juga bagaimana melakukan pencarian tubuh, cara menemukan tubuh manusia dan bagaimana memulihkan mereka dalam berbagai lingkungan yang berbeda," katanya.
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer:
Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement